Oleh: Siti Halimatus Sa'diyah,M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
Menafsirkan, merupakan satu hal yang biasa penulis hindari. Namun
penulis akan berusaha menafsirkan ayat berikut, ini merupakan pengalaman
pertama bagi penulis menfsirkan ayat secara mandiri. Mengingat sempitnya
pengetahuan dan sumber, secara jujur penulis merasa belum layak untuk
menafsirkan.
Ayat-ayat yang akan penulis tafsirkan merupakan bagian dari Alquran
yang berisikan kisah, terutama kisah-kisah Jahiliyah yang mewarnai perjalanan
Islam pada awal perkembangannya. Sebagai agama baru yang hadir di tengah-tengah
kejahiliyahan, memungkinkannya asimilasi tradisi Islam dengan Jahiliyah. Maka
hal ini perlu dipertegas, mana batasan tradisi Islam dan tradisi Jahiliyah.
Setelah jelas diambil tradisi Muslimnya. Hal ini penting mengingat
tafsir akan hidup jika kaum muslimin mampu mengambil pesan terdalam dari teks
yang akan dijadikan pedoman bagi kehidupan di dunia. Disini penulis akan
menafsirkan menggunakan metode subyektivis, hal ini memungkinkan penulis
bereksplorasi dengan pemikiran, sehingga akan lebih bersifat aplikatif. Sebab
disesuaikan dengan masa penulis.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
QS Ali Imran ayat 154
A.
ثُمَّ أَنزَلَ عَلَيْكُم مِّن بَعْدِ الْغَمِّ
أَمَنَةً نُّعَاساً يَغْشَى طَآئِفَةً مِّنكُمْ وَطَآئِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنفُسُهُمْ
يَظُنُّونَ بِاللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَل لَّنَا
مِنَ الأَمْرِ مِن شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنفُسِهِم
مَّا لاَ يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا
هَاهُنَا قُل لَّوْ كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ
الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحَّصَ
مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ -١٥٤-
B.
Terjemah
Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia Menurunkan rasa aman
kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan
lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak
benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah.Mereka berkata, “Adakah sesuatu
yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya
segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa
yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu
yang dapat kita perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh
(dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu,
niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga)
ke tempat mereka terbunuh.” Allah (Berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada
dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha
Mengetahui isi hati.
Sangkaan bahwa kalau Nabi Muhammad saw. itu benar-benar Nabi dan
Rasul Allah, tentu dia tidak akan dikalahkan dalam peperangan.
C. Asbabun Nuzul
Salah satu bentuk sangkaan jahiliyah yang boleh jadi terbetik dalam
benak orang yang terlibat dalam perang uhud adalah dugaan bahwa kemenangan akan
diperoleh tanpa usaha cukup dengan nama Islam yang mereka sandang dan bahwa
agama yang benar pasti menang walau tidak diperjuangkan. Atau bahwa kemenangan
pasti diraih karena nabi Muhammad berada bersama mereka. Ini semua adalah jenis
sangkaan jahiliyah yang mengabaikan prinsip sunatullah, sebab akibat. Bahkan
melupakan bahwa madad yakni bantuan Ilahi baru hadir jika upaya maksimal
manusia telah tercurah itupun dengan syarat kepatuhan dan ketaqwaan [1]
D. Tafsir
Kemudian setelah mengalami kesedihan itu Allah Menurunkan kepada
kalian perasaan aman berupa kantuk yang menyelimuti segolongan dari kalian,
sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. Mereka
berprasangka tidak benar kepada Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka
berkata, “Apakah dalam persoalan ini kita mempunyai sesuatu (hak campur
tangan)?” Katakanlah, “Sesungguhnya persoalan itu seluruhnya Kepunyaan Allah.”
Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka tampakkan kepada
kalian. Mereka berkata, “Sekiranya kita mempunyai sesuatu (hak campur tangan),
niscaya kita tidak akan terbunuh di sini.” Katakanlah, “Sekiranya kalian berada
di rumah-rumah kalian, niscaya muncul juga orang-orang yang telah ditetapkan
kematiannya ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (Berbuat demikian) untuk
menguji apa yang ada di dalam dada kalian, dan untuk membersihkan apa yang ada
di dalam hati kalian. Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
Tsumma aηzala ‘alaikum mim ba‘dil ghammi amanatan (kemudian setelah
mengalami kesedihan itu Allah Menurunkan kepada kalian perasaan aman) dari
musuh.
Nu‘āsay yagh-syā thā-ifatan (berupa kantuk yang menyelimuti
segolongan), yakni yang menimpa segolongan.
Mingkum (dari kalian), yakni rasa kantuk yang membuat orang-orang
yang benar dan yakin di antara kalian tertidur.
Wa thā-ifatung qad ahammat-hum aηfusuhum (sedang segolongan lagi
telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri), yakni mereka telah diliputi
kecemasan yang ada dalam diri mereka. Mereka ini adalah Mu‘tab bin Qusyair dan
kawan-kawannya yang tidak bisa tertidur.
Yazhunnūna billāhi ghairal haqqi (mereka berprasangka tidak benar
kepada Allah), yakni menyangka bahwa Allah Ta‘ala tidak akan Menolong
Rasulullah saw. dan para shahabatnya.
Zhannal jāhiliyyah (seperti sangkaan jahiliah), yakni layaknya
sangkaan mereka pada masa jahiliah.
Yaqūlūna hal lanā minal amri (mereka berkata, “Apakah dalam
persoalan ini kita mempunyai), yakni dalam persoalan kemenangan dan mengalahkan
(musuh).
Miη syaī’, qul (sesuatu [hak campur tangan].” Katakanlah), hai
Muhammad!
Innal amra (“Sesungguhnya persoalan itu), yakni mengalahkan (musuh)
dan kemenangan.
Kullahū lillāh (seluruhnya Kepunyaan Allah”), yakni ada di Tangan
Allah Ta‘ala.
Yukhfūna fī aηfusihim (mereka menyembunyikan di dalam hati mereka),
yakni mereka merahasiakan apa yang ada di antara mereka.
Mā lā yubdūna lak (apa yang tidak mereka tampakkan kepada kalian),
yakni mereka tidak memperlihatkan perasaan takut mati kepadamu.
Yaqūlūna lau kāna lanā minal amri (mereka berkata, “Sekiranya dalam
persoalan ini kita mempunyai), yakni dalam hal mengalahkan (musuh) dan
kemenangan ini.
Syai-um mā qutilnā hāhunā, qul (sesuatu [hak campur tangan]),
niscaya kita tidak akan terbunuh di sini.” Katakanlah) hai Muhammad, kepada
orang-orang munafik itu.
Lau kuηtum fī buyūtikum (sekiranya kalian berada di rumah-rumah
kalian) di Medinah.
La baraza (niscaya muncul juga), yakni keluar juga.
Alladzīna kutiba (orang-orang yang telah ditetapkan), yakni telah
ditakdirkan.
‘Alaihimul qat-lu ilā madlāji‘ihim (kematiannya itu ke tempat
mereka terbunuh”), yakni ke tempat mereka terbunuh di Uhud.
Wa li yabtaliyallāhu mā fī shudūrikum (dan Allah [Berbuat demikian]
untuk menguji apa yang ada di dalam dada kalian), yakni apa yang ada di dalam
hati orang-orang munafik.
Wa li yumahhisha (dan untuk membersihkan), yakni untuk
memperlihatkan.
Mā fī qulūbikum (apa yang ada di dalam hati kalian), yakni
kemunafikan yang ada di dalam hati kalian.
Wallāhu ‘alīmum bi dzātish shudūr (Allah Maha Mengetahui segala isi
hati), yakni kebaikan dan keburukan yang ada di dalam hati orang-orang munafik.
Menurut satu pendapat, di dalam hati para pemanah. Dalam Firman Allah
selanjutnya, Dia Menerangkan orang-orang yang terpukul mundur dalam Perang Uhud
[2].
II.
QS Al Maidah 50
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ
يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ -٥٠-
A.Terjemah
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang
lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?
B. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakkan bahwa Ka’ab bin Usaid mengajak
Abdullah bin Shuria dan Syasi bin Qais pergi menghadap kepada nabi Muhammad
untuk mencoba memalingkan Muhammad dari agamanya dengan berkata : hai
Muhammad,engkau tahu kami pendeta-pendeta Yahudi, pembesar dan tokoh mereka.
Jika kami jadi pengikutmu pasti kaum Yahudi akan mengikuti jejak kami den
mereka tidak akan menyalahi kehendak kami. Kebetulan antara kami dengan mereka
terdapat percekcokan dan kami mengharapkan engkau mengadilinya dan memenangkan
kami dalam perkara ini, pasti kami akan beriman kepadamu Nabi SAW. Menolak
permintaan mereka turunlah ayat tersebut di atas mengingatkannya untuk
tetapberpegang pada hukum Allah dan berhati-hati terhadap kaum Yahudi[3].
C.
Tafsir
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah
yang lebih baik daripada (Hukum) Allah Bagi orang-orang yang yakin?
A fa hukmul jāhiliyyati yab-ghūna (Apakah hukum jahiliah yang
mereka kehendaki), yakni hai Muhammad! Apakah hukum ala zaman jahiliah yang
mereka cari di dalam al-Quran?
Wa man ahsanu minallāhi hukman (dan [hukum] siapakah yang lebih
baik daripada [Hukum] Allah), yakni daripada Ketetapan Allah.
Li qaumiy yūqinūn (bagi orang-orang yang yakin), yakni yang
membenarkan al-Quran [4].
III.
QS Al Ahzab ayat 33
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ
وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ
الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ
الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً -٣٣-
A.
Terjemah
Kata
( قرن
) terambil dari kata (اقررن
) dalam arti tingallah dan beradalah di tempat secara mantap. Juga diartikan
sesuatu yang menyenangkan hati ( قرة عين ). Kata ini dalam
Alquran hanya disebutkan sekali, terdapat empat macam bacaan : Imam Nafi’, Imam
‘Asim, Hubairah dan Al Walid bin Muslim dari Ibnu Amir membacanya waqarna, dipandang dari asal kata al-qarar yang
berarti menetap. Maka arti dari ayat ini adalah perintah Allah kepada
istri-istri Nabi saw agar mereka membiasakan diri tetap tinggal menetap di
rumah. Ibnu Katsir menjelaskan waqarna fii buyuutikunna maksudnya adalah
ilzamna buyutakunna, tetaplah tinggal di rumah kamu sekalian[5].
Kata
( تبرجن ) dan ( تبرج ) terambil dari kata ) ( برجyang artinya nampak dan meninggi difahami kejelasan dan keterbukaan
karena yang demikian itulah keadaan seseuatu yang nampak dan tinggi.
Larangan
bertabarruj berarti larangan menampakkan perhiasan dalam pengertian umum,
seperti berdandan berlebihan , berjalan berlenggak lenggok.
Kata
( الجاهليه)
diambil dari kata ) ( جهلyang
artinya bodoh, digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan kondisi di mana
masyarakatnya mengabaikan nilai nilai ajaran ilahi melakukan hal hal yang tidak
wajar kemudian baik atas dorongan nafsu kepentingan sementara maupun kepicikan
pandangan
Istilah
ini berdiri sendiri tidak menunjuk masa sebelum Islam tetapi menunjuk ciri ciri
masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam kapanpun dan dimanapun.
Kata
( الرجس)
pada mulanya diartikan kotoran, mencakup 4 hal: 1) berdasarkan pandangan agama,
2) berdasarkan pandangan akal, 3) berdasarkan tabiat manusia, 4) berdasarkan
ketiga hal tersebut.
Khamr
dan perjudian adalah kotoran agama dan akal, debu di baju dan keringat adalah
kotoran dalam pandangan tabiat manusia, sedangkan bangkai adalah kotoran
pandangan agama, akal dan tabiat manusia.
Kata
( البيت)
artinya rumah, maksud ayat di sini adalah rumah tempat tinggal istri istri
nabi, ada yang mengatakan ahlul bait, maka istri nabi termasuk di dalamnya
bahkan mereka yang pertama yang dituju dalam ayat ini, yang termasuk ahlul bait
adalah seluruh istri nabi bersama Fatimah, Ali bin Abi Tholib, Hasan Husain.
Wahai Nabi! Bertakwalah kepada Allah dan janganlah engkau menuruti
(keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana,
B.Tawarih
Nuzul
Pada ayat sebelumnya Allah menerangkan keistimewaan istri-istri
Nabi bahwa pahala mereka dilipatgandakan, jika tetap taat kepada Allah dan
RasulNya serta mengerjakan amal soleh. Allah swt juga menerangkan kedudukan
mereka yang amat tinggi di kalangan perempuan muslimah. Ayat berikutnya Allah
melarang mereka agar tidak berbicara dengan suara yang dapat menimbulkan rangsangan
bagi orang yang nakal. Allah juga memrintahkan agar istri-istri Nabi tetap
tinggal di rumahnya, menjalankan perintah agama, taat kepada Allah dan
RosulNya, serta menyampaikan apa-apa yang mereka dengar dari Nabi Muhammad saw
kepada kaum muslimin baik Alquran maupun sunah sebagai pedoman hidup berumah
tangga menurut ajaran Islam.
C.
Asbabun Nuzul
Para istri Nabi tidak dibenarkan keluar rumah untuk memperlihatkan
hiasan-hiasan yang dipakai dan kecantikan tubuh kepeda lelaki lain, seperti
perempuan jahiliyah sebelum Islam. Mereka diperbolehkan keluar, hanya apabila
ada keperluan . jika keluar, berlaku sederhana, serta menghindari segala
sesuatu yang menimbulkan prasangka buruk dari orang yang memandangnya.
Allah memerintahkan kamu untuk mengerjakan perintahnya dan menjauhi
larangannya, karena Dia ingin menghapuskan semua jenis kekejian dan dan
kejahatan dari keluarga Nabi. Sekaligus menyucikan keluarga Nabi dari segala
kotoran maksiat yanga selalu melekat pada orang yang berdosa.
Para ahli mufassir mengatakan : sebab Aisyah ikut menyertai
pasukan-pasukan dalam perang Jamal karena pemimpin pasukan mendesaknya agar
dapat mengadakan perdamaian dan kebaikkan. Tetapi pertempuran itu berakhir
dengan terbunuhnya unta yang dikendarai Aisyah, karena tikaman musuh. Kemudian
Ali mengirimnya kembali ke Madina bersama 30 perempuan lainnya[6].
D.
Tafsir
Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian, dan janganlah
mempertontonkan perhiasan dan kecantikan seperti orang-orang jahiliah yang
dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud untuk Menghilangkan kotoran dari
kalian, hai ahlubait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.
Wa qarna fī buyūtikunna
(dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian), yakni menetaplah di rumah-rumah
kalian, dan hendaklah kalian bersikap terhormat.
Wa lā tabarrajna tabarrujal jāhiliyyatil ūlā (dan janganlah mempertontonkan perhiasan dan kecantikan seperti
orang-orang jahiliah yang dahulu), yakni janganlah kalian berhias seperti berhiasnya
orang-orang kafir, dengan mengenakan pakaian tipis yang berwarna warni.
Wa aqimnash shalāta
(dan dirikanlah shalat), yakni sempurnakanlah shalat lima waktu.
Wa ātīnaz zakāta
(dan tunaikanlah zakat), yakni keluarkanlah zakat harta kalian.
Wa athi‘nallāha wa rasūlah (dan taatilah Allah dan Rasul-Nya) dalam kebaikan.
Innamā yurīdullāhu
(sesungguhnya Allah bermaksud) dengan cara tersebut.
Li yudzhiba ‘angkumur rijsa (untuk Menghilangkan kotoran dari kalian), yakni Menghilangkan
dosa.
Ahlal baiti
(hai ahlubait), yakni hai keluarga nabi.
Wa yuthahhirakum tathhīrā
(dan menyucikan kalian sesuci-sucinya) dari berbagai dosa [7].
Pada ayat ini, Allah memrintahkan supaya para istri Nabi tetap
tinggal di rumah mereka masing-masing dan tidak keluar kecuali bila ada
keperluan. Mereka dilarang memamerkan
perhiasannya dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah. Setelah mereka
dilarang mengerjakan keburukkan mereka diperintahkan mengerjakan kebaikkan
seperti mendirikan solat lima waktu sesuai syariat dan rukun-rukunnya dan
menunaikan zakat harta bendanya. Telah menjadi kebiasaan, jika disebut salat
maka selalu dikaitkan dengan zakat, sebab keduanya menghasilkan kebersihan diri
dan harta. Hikmah dari keduanya supaya tetap taat kepada Allah dan RosulNya
karena hal itu adalah pelaksanaan dari isi dua kalimat syahadat yang mennjadi
jalan kebahagiaan dunia akhirat. Allah mengeluarkan perintah itu dengan sebutan
ahlul bait yaitu semua keluarga rumah tangga Rasulullah saw dengan
maksud untuk menghilangkan dosa mereka. Allah bermaksud membersihkan dari
kekkotoran fasik dan munafik yang biasa menempel pada orang yang berdosa.[8]
IV.
QS Al Fath ayat 26
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ
كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ
سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى
وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً -٢٦-
A.
Terjemah
Kata ) الحمية ) al-hamiyah dipahami
oleh sementara Ulama dalam arti sikap meluap-luap dan menjadikan seseorang
bersikap keras. Bahkan bersedia mengorbankan dirinya sendiri asal luapan
tersebut tersalurkan.
Kata )الجا هلية ) al-jahiliyah terambil
dari kata jahil yang berarti kebodohan. Tetapi al quran menggunakannya juga
dalam arti nila-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran islam. Orang
yang jahil berarti seorang yang kehilangan kontrol dirinya, sehingga melakukan
hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara
maupun kepicikian pandangan.
Kata )كلمة التقوى ) kalimatat taqwa, ucapan dan perbuatanyang didorang
serta dibuahkan tentang keyakinan dan kebenaran kalimat Laa ilaa ha illallah
sehingga semua aktifitas mereka hanya berkisar perintah Allah dan menjauhi
larangannya.
Ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati
mereka (yaitu) kesombongan jahiliah, maka Allah Menurunkan ketenangan kepada
Rasul-Nya, dan kepada orang-orang Mukmin, dan (Allah) Mewajibkan kepada mereka
tetap taat menjalankan kalimat takwa, dan mereka lebih berhak dengan itu dan
patut memilikinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
“Kalimat takwa” ialah
kalimat tauhid dan memurnikan ketaatan kepada Allah.
B.
Tawarih Nuzul
Pada ayat yang lalu diterangkan bahwa Allah menggagalkan serbuan
orang-orang musyrik Mekkah ke perkemahan Rasulullah saw di Hudaibiyah sehingga
mereka semua dapat ditawan. Kemudian Allah melunakkan hati Rasulullah saw
sehingga Beliau membebaskan mereka dan tidak seorangpun diantara mereka yang
terbunuh. Pada ayat-ayat berikut ini, diterangkan sikap orang-orang Musyrik
yang berlawanan dengan sikap Rasulullah saw tersebut. Mereka menghalang-halangi
kaum muslimin melakukan ibadah umroh dan melarang mereka membawa dan
menyembelih binatang kurban ke daerah haram. Kemudian diterangkan alasan Allah
swt melarang Rasulullah saw menyerbu kota Mekkah dan memerintahkan kepadanya
menerima perjanjian Hudaibiyah.
C.
Asbabun Nuzul
Di saat naskah perdamaian Hudaibiyah akan dibuat, seorang gembong
musyrikin Quraisy bernama Suhail bin Umar telah melarang mencantumkan kalimat “
bismillahirrohmaanirrohim” dan kalimat “ Muhammadur Rosululloh” pada naskah
perdamaian tersebut. Lalu Tuhan menyabarkan hati Rasululloh SAW dan orang-orang
mukmin. Itu hanya sentimen orang-orang jahiliyah saja[9].
D.
Tafsir
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir
menghalang-halangi kaum muslimin mengerjakan umrah di Masjidil Haram. Mereka
juga menghalangi kaum Muslimin membawa dan menyembelih binatang kurban ke
daerah sekitar Masjidil Haram seperti Mina dan sebagainya. Sebagaimana telah
diterangkan bahwa Rasaulullah saw pada tahun ke enam Hijrah berangkat ke Mekkah
bersama rombongan sahabat untuk melakukan ibadah umrah dan menyembelih kurban
di daerah haram. Karena terikat dengan perjanjian Hudaibiyah, maka Rasulullah
saw beserta sahabat tidak dapat melakukan maksudnya pada tahun itu. Rasul
berusaha menepati perjanjian Hudaibiyah, namun ada rombongan kaum musyrik yang
menyerbu perkemahan Rasulullah saw di Hudaibiyah, tetapi serbuan itu dapat
digagalkan oleh Allah. Sekalipun demikian, banyak diantara kaum muslimin yang
ingin membalas serbuan itu, walaupun telah terikat dengan perjanjian
Hudaibiyah. Allah melunakkan hati kaum muslimin sehingga mereka menerima
keputusan Rasulullah saw. Allah menerangkan bahwa Dia melunakkan hati kaum
musliminsehingga tidak menyerbu Mekkah dengan tujuan :
Pertama, untuk menyelamatkan kaum muslimin di Mekkah yang
menyembunyikan keimanannya kepada orang-orang kafir. Mereka takut dibunuh atau
dianiaya oleh orang-orang kafir seandainya mereka menyatakan keimanannya. Kaum
muslimin sendiri tidak dapat membedakan merka dengan orang-orang kafir.
Seandainya terjadi penyerbuan kota Mekkah, niscaya orang-orang mukmin yang
berada di Mekkah akan terbunuh seperti terbunuhnya orang-orang kafir. Kalau
terjadi demikian, tentu kaum muslimin akan ditimpa keaiban dan kesukaran karena
harus membayar kifarat. Orang-orang musyrik juga akan mengatakan “sesungguhnya
orang-orang muslim telah membunuh orang-orang seagama dengan mereka “.
Kedua, ada kesempatan bagi kaum muslimin menyeru orang-orang
musyrik untuk beriman. Dengan terjadinya perjanjian Hudaibiyah, kaum muslimin
telah dapat berhubungan langsung dengan orang-orang kafir. Dengan demikian
dapat terjadi pertukaran pemikiran yang wajar antara mereka, tanpa mendapat
tekanan dari pihak manapun sehingga dapat diharapkan akan masuk Islam
orang-orang tertentu yang diharapkan keislamannya atau diharapkan agar sikap
mereka tidak lagi sekeras sikap sebelumnya. Diharapkan hal-hal itu terjadi
sebelum kaum muslimin melakukan umrah pada tahun yang akan datang. Dari ayat
ini dapat dipahami bhawa Allah swt selalu menjaga dan melindungi orang-orang
yang benar-benar beriman kepadaNya, dimanapun orang itu berada. Bahkan Dia
tidak akan menimpakan suatu bencana kepada orang-orang kafir, sekiranya ada
orang beriman yang akan terkena bencana itu.[10]
BAB III.
TAFSIR MAUDLU’I
(QS Ali Imran ayat 154, QS Al Maidah 50, QS Al Ahzab ayat 33, QS
Al Fath ayat 26)
Ayat-ayat tersebut di atas mengandung kisah-kisah Jahiliyah, dari
segi keyakinan, adat kebiasaan,maupun cara-cara kaum Jahiliyah menyelesaikan
masalah. Islam sebagai pendatangbaru yang hadirdi tengah-tengah Jahiliyah
memungkinkan untuk tercampurnya tradisi Jahiliyah pada Islam. Maka dari itu
Allah mempertegasnya dengan memberi batasan-batasan yang jelas, mana yang
tradisi Islam dan mana yang kebiasaan Jahiliyah.
Kebiasaan Jahiliyah yang terbawa pada beberapa muslimin ada yang
beranggapan bahwa Islam pasti menang sekalipun tanpa diperjuangkan. Hal ini
bertentangan dengan sunatullah. Meski segala sesuatunya sudah ditentukan Allah,
pertolongan Allah hanya akan datang jika usaha sudah maksimal yang didasari
iman dan taqwa. Begitupun satu nyawa akan tetap melayang jika sudah ditentukan
meski awalnya bersembunyi niscaya akan keluar.
Kebiasaan Jahiliyah selanjutnya adalah selalu mengikuti segala
pikiran/pendapat pemimpin kaumnya yang selalu dianggap benar. Pada posisi
seperti ini logikanya tidak akan terjadi percekcokkan intern kaum itu sendiri.
Jika diceritakan ada percekcokkan maka bisa saja hal ini hanya untuk menjebak
Rasulullah saw. Disini sangat mencolok perbedaannya, hukum dalam Islam adalah
hukum Allah yang pasti benar.
Ciri khas perempuan Jahiliyah diantaranya ketika keluar rumah
senang berhias, berpakaian warna-warni dan bersuara yang merangsang gairah. Hal
ini tidak dibenarkan dalam Islam terutama bagi ahlulbait yanng lebih
tinggi derajatnya dibanding perempuan muslimah lainnya. Maka istri Nabi yang
menjadi contoh figur wanita Islami (penulis lebih senang mempergunakan istilah
wanita bagi muslimah, wanita=wani ditata), yaitu tetap di rumah, jika keluar
berpakaian sederhana,tidak mempertontonkan perhiasan dan kecantikan, selain itu
juga mendirikan salat dan tunaikan zakat serta taat kepada Allah dan RasulNya.
Kebiasaan buruk Jahiliyah lainnya adalah kebiasaan tidak menepati
janji. Seperti halnya yang terjadi pada perjanjian Hudaibiyah. Rosulullah
menepatinya, namun serbuan kaum musyrikin pada perkemahan kaum muslimin di
kampung Hudaibiyah menandakan bahwa kaum musyrikin telah melanggar perjanjian
tersebut. Pada penyerbuan kali ini justru kaum muslimin banyak mendapatkan
tawanan. Disinilah Allah melunakkan hati kaum muslimin untuk bisa tidak
membalas serangan serta memaafkan seluruh tawanan.
BAB IV.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kebiasaan kaum Jahiliyah :
1.
Terlalu percaya pada keberhasilan tanpa mengukus usaha yang telah
dilakukan.
2.
Pendapat pemimpin selalu benar dan wajib diikuti.
3.
Ciri perempuan Jahiliyah jika keluar rumah senang memamerkan
perhiasan, busana dan kecantikakkan.
4.
Tidak menepati janji, senang balas dendam.
Kebiasaan
Islami :
1.
Usaha harus maksimal yang disertai tawakkal.
2.
Keputusan yang paling benar yang sesuai dengan Alquran dan sunah.
3.
Wanita muslimah akan senang menetap di rumah dan beribadah.
4.
Muslimin penyabar dan mudah memaafkan
B.
SARAN
Dalam
menempuh perjalanan di kehidupan dunia muslimin harus berpegang teguh pada
Alquran dan hadis sebagai pedoman hidup. Usaha sekeras apapun perlu disertai
tawakkal kepada Allah swt, Dzat pemberi keputusan terbaik. Laki-laki muslim
harus mampu mengarahkan wanita muslimah agar selalu berada pada koridor Islami,
tidak tergelincir pada tradisi Jahililiyah kekinian. Proses kehidupan dunia
yang terkadang kurang sesuai dengan harapan perlu ditanggapi dengan sabar yang
dihiasi jiwa-jiwa pemaaf. Jiwa lembut yang akan menjadi pengendali segala
amarah dan dendam.
DAFTAR PUSTAKA
Al Kalam Digital,Bandung:Penerbit Diponegoro,2009
Bachtiar Surin, Adz-Dzikra Terjemah dan Tafsir Alquran,Bandung:Angkasa,1991
Katalog Dalam Terbitan,Alquran
Dan Tafsirnya jilid 7,(Jakarta:Kementerian Agama RI,2010
KH Qamaruddin Saleh dkk,Asbabun
Nuzul,Bandung:CV Diponegoro,1990
M Quraisy Shihab,Tafsir
Al-Misbah,Jakarta:Lentera Hati,2007
Tengku
Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy,tafsir Alquranul Majid,Semarang:PT Pustaka
Rizki Putra,2000
[1] M Quraisy Shihab,Tafsir Al-Misbah,(Jakarta:Lentera
Hati,2007),Hal 250
[2] Al Kalam Digital,(Bandung:Penerbit Diponegoro,2009)
[3] KH Qamaruddin Saleh dkk,Asbabun Nuzul,(Bandung:CV
Diponegoro,1990),hal 186
[4] Ibid, AlKalam...
[5] Katalog Dalam Terbitan,Alquran Dan Tafsirnya jilid 7,(Jakarta:Kementerian
Agama RI,2010),hal. 4
[6] Tengku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy,tafsir Alquranul Majid,(Semarang:PT
Pustaka Rizki Putra,2000), hal 3278
[7] Ibid,AlKalam, hal.421
[8] Ibid,Katalog Dalam Terbitan....hal. 5
[9] Bachtiar Surin, Adz-Dzikra Terjemah dan Tafsir Alquran,(Bandung:Angkasa,1991),Hal.2217
[10] Ibid, Katalog Dalam Terbitan.. jilid 9,hal. 379
0 komentar:
Posting Komentar