Pages

Senin, 30 Maret 2015

(QS Ali Imran : 154, QS Al Maidah:50, QS Al Ahzab: 33, QS Al Fath:26) TAFSIR MAUDLU’I


Oleh: Siti Halimatus Sa'diyah,M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN

Menafsirkan, merupakan satu hal yang biasa penulis hindari. Namun penulis akan berusaha menafsirkan ayat berikut, ini merupakan pengalaman pertama bagi penulis menfsirkan ayat secara mandiri. Mengingat sempitnya pengetahuan dan sumber, secara jujur penulis merasa belum layak untuk menafsirkan.
Ayat-ayat yang akan penulis tafsirkan merupakan bagian dari Alquran yang berisikan kisah, terutama kisah-kisah Jahiliyah yang mewarnai perjalanan Islam pada awal perkembangannya. Sebagai agama baru yang hadir di tengah-tengah kejahiliyahan, memungkinkannya asimilasi tradisi Islam dengan Jahiliyah. Maka hal ini perlu dipertegas, mana batasan tradisi Islam dan tradisi Jahiliyah.
Setelah jelas diambil tradisi Muslimnya. Hal ini penting mengingat tafsir akan hidup jika kaum muslimin mampu mengambil pesan terdalam dari teks yang akan dijadikan pedoman bagi kehidupan di dunia. Disini penulis akan menafsirkan menggunakan metode subyektivis, hal ini memungkinkan penulis bereksplorasi dengan pemikiran, sehingga akan lebih bersifat aplikatif. Sebab disesuaikan dengan masa penulis.
















BAB II
PEMBAHASAN



I.                   QS Ali Imran ayat 154

A.                  ثُمَّ أَنزَلَ عَلَيْكُم مِّن بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُّعَاساً يَغْشَى طَآئِفَةً مِّنكُمْ وَطَآئِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَل لَّنَا مِنَ الأَمْرِ مِن شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنفُسِهِم مَّا لاَ يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُل لَّوْ كُنتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحَّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ -١٥٤-
B.                  Terjemah
Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia Menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah.Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Allah (Berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui isi hati.
Sangkaan bahwa kalau Nabi Muhammad saw. itu benar-benar Nabi dan Rasul Allah, tentu dia tidak akan dikalahkan dalam peperangan.
C. Asbabun Nuzul
Salah satu bentuk sangkaan jahiliyah yang boleh jadi terbetik dalam benak orang yang terlibat dalam perang uhud adalah dugaan bahwa kemenangan akan diperoleh tanpa usaha cukup dengan nama Islam yang mereka sandang dan bahwa agama yang benar pasti menang walau tidak diperjuangkan. Atau bahwa kemenangan pasti diraih karena nabi Muhammad berada bersama mereka. Ini semua adalah jenis sangkaan jahiliyah yang mengabaikan prinsip sunatullah, sebab akibat. Bahkan melupakan bahwa madad yakni bantuan Ilahi baru hadir jika upaya maksimal manusia telah tercurah itupun dengan syarat kepatuhan dan ketaqwaan [1]

D. Tafsir
Kemudian setelah mengalami kesedihan itu Allah Menurunkan kepada kalian perasaan aman berupa kantuk yang menyelimuti segolongan dari kalian, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri. Mereka berprasangka tidak benar kepada Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Apakah dalam persoalan ini kita mempunyai sesuatu (hak campur tangan)?” Katakanlah, “Sesungguhnya persoalan itu seluruhnya Kepunyaan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka tampakkan kepada kalian. Mereka berkata, “Sekiranya kita mempunyai sesuatu (hak campur tangan), niscaya kita tidak akan terbunuh di sini.” Katakanlah, “Sekiranya kalian berada di rumah-rumah kalian, niscaya muncul juga orang-orang yang telah ditetapkan kematiannya ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (Berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada di dalam dada kalian, dan untuk membersihkan apa yang ada di dalam hati kalian. Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
Tsumma aηzala ‘alaikum mim ba‘dil ghammi amanatan (kemudian setelah mengalami kesedihan itu Allah Menurunkan kepada kalian perasaan aman) dari musuh.
Nu‘āsay yagh-syā thā-ifatan (berupa kantuk yang menyelimuti segolongan), yakni yang menimpa segolongan.
Mingkum (dari kalian), yakni rasa kantuk yang membuat orang-orang yang benar dan yakin di antara kalian tertidur.
Wa thā-ifatung qad ahammat-hum aηfusuhum (sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri), yakni mereka telah diliputi kecemasan yang ada dalam diri mereka. Mereka ini adalah Mu‘tab bin Qusyair dan kawan-kawannya yang tidak bisa tertidur.
Yazhunnūna billāhi ghairal haqqi (mereka berprasangka tidak benar kepada Allah), yakni menyangka bahwa Allah Ta‘ala tidak akan Menolong Rasulullah saw. dan para shahabatnya.
Zhannal jāhiliyyah (seperti sangkaan jahiliah), yakni layaknya sangkaan mereka pada masa jahiliah.
Yaqūlūna hal lanā minal amri (mereka berkata, “Apakah dalam persoalan ini kita mempunyai), yakni dalam persoalan kemenangan dan mengalahkan (musuh).
Miη syaī’, qul (sesuatu [hak campur tangan].” Katakanlah), hai Muhammad!
Innal amra (“Sesungguhnya persoalan itu), yakni mengalahkan (musuh) dan kemenangan.
Kullahū lillāh (seluruhnya Kepunyaan Allah”), yakni ada di Tangan Allah Ta‘ala.
Yukhfūna fī aηfusihim (mereka menyembunyikan di dalam hati mereka), yakni mereka merahasiakan apa yang ada di antara mereka.
Mā lā yubdūna lak (apa yang tidak mereka tampakkan kepada kalian), yakni mereka tidak memperlihatkan perasaan takut mati kepadamu.
Yaqūlūna lau kāna lanā minal amri (mereka berkata, “Sekiranya dalam persoalan ini kita mempunyai), yakni dalam hal mengalahkan (musuh) dan kemenangan ini.
Syai-um mā qutilnā hāhunā, qul (sesuatu [hak campur tangan]), niscaya kita tidak akan terbunuh di sini.” Katakanlah) hai Muhammad, kepada orang-orang munafik itu.
Lau kuηtum fī buyūtikum (sekiranya kalian berada di rumah-rumah kalian) di Medinah.
La baraza (niscaya muncul juga), yakni keluar juga.
Alladzīna kutiba (orang-orang yang telah ditetapkan), yakni telah ditakdirkan.
‘Alaihimul qat-lu ilā madlāji‘ihim (kematiannya itu ke tempat mereka terbunuh”), yakni ke tempat mereka terbunuh di Uhud.
Wa li yabtaliyallāhu mā fī shudūrikum (dan Allah [Berbuat demikian] untuk menguji apa yang ada di dalam dada kalian), yakni apa yang ada di dalam hati orang-orang munafik.
Wa li yumahhisha (dan untuk membersihkan), yakni untuk memperlihatkan.
Mā fī qulūbikum (apa yang ada di dalam hati kalian), yakni kemunafikan yang ada di dalam hati kalian.
Wallāhu ‘alīmum bi dzātish shudūr (Allah Maha Mengetahui segala isi hati), yakni kebaikan dan keburukan yang ada di dalam hati orang-orang munafik. Menurut satu pendapat, di dalam hati para pemanah. Dalam Firman Allah selanjutnya, Dia Menerangkan orang-orang yang terpukul mundur dalam Perang Uhud [2].





II.                QS Al Maidah 50

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللّهِ حُكْماً لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ -٥٠-
A.Terjemah
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?
B. Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakkan bahwa Ka’ab bin Usaid mengajak Abdullah bin Shuria dan Syasi bin Qais pergi menghadap kepada nabi Muhammad untuk mencoba memalingkan Muhammad dari agamanya dengan berkata : hai Muhammad,engkau tahu kami pendeta-pendeta Yahudi, pembesar dan tokoh mereka. Jika kami jadi pengikutmu pasti kaum Yahudi akan mengikuti jejak kami den mereka tidak akan menyalahi kehendak kami. Kebetulan antara kami dengan mereka terdapat percekcokan dan kami mengharapkan engkau mengadilinya dan memenangkan kami dalam perkara ini, pasti kami akan beriman kepadamu Nabi SAW. Menolak permintaan mereka turunlah ayat tersebut di atas mengingatkannya untuk tetapberpegang pada hukum Allah dan berhati-hati terhadap kaum Yahudi[3].

C.    Tafsir
Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (Hukum) Allah Bagi orang-orang yang yakin?
A fa hukmul jāhiliyyati yab-ghūna (Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki), yakni hai Muhammad! Apakah hukum ala zaman jahiliah yang mereka cari di dalam al-Quran?
Wa man ahsanu minallāhi hukman (dan [hukum] siapakah yang lebih baik daripada [Hukum] Allah), yakni daripada Ketetapan Allah.
Li qaumiy yūqinūn (bagi orang-orang yang yakin), yakni yang membenarkan al-Quran [4].






III.             QS Al Ahzab ayat 33

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً -٣٣-
A. Terjemah
Kata ( قرن ) terambil dari kata (اقررن ) dalam arti tingallah dan beradalah di tempat secara mantap. Juga diartikan sesuatu yang menyenangkan hati ( قرة عين   ). Kata ini dalam Alquran hanya disebutkan sekali, terdapat empat macam bacaan : Imam Nafi’, Imam ‘Asim, Hubairah dan Al Walid bin Muslim dari Ibnu Amir membacanya waqarna,  dipandang dari asal kata al-qarar yang berarti menetap. Maka arti dari ayat ini adalah perintah Allah kepada istri-istri Nabi saw agar mereka membiasakan diri tetap tinggal menetap di rumah. Ibnu Katsir menjelaskan waqarna fii buyuutikunna maksudnya adalah ilzamna buyutakunna, tetaplah tinggal di rumah kamu sekalian[5].
Kata ( تبرجن   ) dan ( تبرج  ) terambil dari kata )  (  برجyang artinya nampak dan meninggi difahami kejelasan dan keterbukaan karena yang demikian itulah keadaan seseuatu yang nampak dan tinggi.
Larangan bertabarruj berarti larangan menampakkan perhiasan dalam pengertian umum, seperti berdandan berlebihan , berjalan berlenggak lenggok.
Kata (  الجاهليه) diambil dari kata ) ( جهلyang artinya bodoh, digunakan al-Qur’an untuk menggambarkan kondisi di mana masyarakatnya mengabaikan nilai nilai ajaran ilahi melakukan hal hal yang tidak wajar kemudian baik atas dorongan nafsu kepentingan sementara maupun kepicikan pandangan
Istilah ini berdiri sendiri tidak menunjuk masa sebelum Islam tetapi menunjuk ciri ciri masyarakat yang bertentangan dengan ajaran Islam kapanpun dan dimanapun.
Kata (  الرجس) pada mulanya diartikan kotoran, mencakup 4 hal: 1) berdasarkan pandangan agama, 2) berdasarkan pandangan akal, 3) berdasarkan tabiat manusia, 4) berdasarkan ketiga hal tersebut.
Khamr dan perjudian adalah kotoran agama dan akal, debu di baju dan keringat adalah kotoran dalam pandangan tabiat manusia, sedangkan bangkai adalah kotoran pandangan agama, akal dan tabiat manusia.
Kata (  البيت) artinya rumah, maksud ayat di sini adalah rumah tempat tinggal istri istri nabi, ada yang mengatakan ahlul bait, maka istri nabi termasuk di dalamnya bahkan mereka yang pertama yang dituju dalam ayat ini, yang termasuk ahlul bait adalah seluruh istri nabi bersama Fatimah, Ali bin Abi Tholib, Hasan Husain.

Wahai Nabi! Bertakwalah kepada Allah dan janganlah engkau menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana,
B.Tawarih Nuzul
Pada ayat sebelumnya Allah menerangkan keistimewaan istri-istri Nabi bahwa pahala mereka dilipatgandakan, jika tetap taat kepada Allah dan RasulNya serta mengerjakan amal soleh. Allah swt juga menerangkan kedudukan mereka yang amat tinggi di kalangan perempuan muslimah. Ayat berikutnya Allah melarang mereka agar tidak berbicara dengan suara yang dapat menimbulkan rangsangan bagi orang yang nakal. Allah juga memrintahkan agar istri-istri Nabi tetap tinggal di rumahnya, menjalankan perintah agama, taat kepada Allah dan RosulNya, serta menyampaikan apa-apa yang mereka dengar dari Nabi Muhammad saw kepada kaum muslimin baik Alquran maupun sunah sebagai pedoman hidup berumah tangga menurut ajaran Islam.

C.    Asbabun Nuzul
Para istri Nabi tidak dibenarkan keluar rumah untuk memperlihatkan hiasan-hiasan yang dipakai dan kecantikan tubuh kepeda lelaki lain, seperti perempuan jahiliyah sebelum Islam. Mereka diperbolehkan keluar, hanya apabila ada keperluan . jika keluar, berlaku sederhana, serta menghindari segala sesuatu yang menimbulkan prasangka buruk dari orang yang memandangnya.
Allah memerintahkan kamu untuk mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya, karena Dia ingin menghapuskan semua jenis kekejian dan dan kejahatan dari keluarga Nabi. Sekaligus menyucikan keluarga Nabi dari segala kotoran maksiat yanga selalu melekat pada orang yang berdosa.
Para ahli mufassir mengatakan : sebab Aisyah ikut menyertai pasukan-pasukan dalam perang Jamal karena pemimpin pasukan mendesaknya agar dapat mengadakan perdamaian dan kebaikkan. Tetapi pertempuran itu berakhir dengan terbunuhnya unta yang dikendarai Aisyah, karena tikaman musuh. Kemudian Ali mengirimnya kembali ke Madina bersama 30 perempuan lainnya[6].
D.    Tafsir
Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian, dan janganlah mempertontonkan perhiasan dan kecantikan seperti orang-orang jahiliah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud untuk Menghilangkan kotoran dari kalian, hai ahlubait, dan menyucikan kalian sesuci-sucinya.
Wa qarna fī buyūtikunna (dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian), yakni menetaplah di rumah-rumah kalian, dan hendaklah kalian bersikap terhormat.
Wa lā tabarrajna tabarrujal jāhiliyyatil ūlā (dan janganlah mempertontonkan perhiasan dan kecantikan seperti orang-orang jahiliah yang dahulu), yakni janganlah kalian berhias seperti berhiasnya orang-orang kafir, dengan mengenakan pakaian tipis yang berwarna warni.
Wa aqimnash shalāta (dan dirikanlah shalat), yakni sempurnakanlah shalat lima waktu.
Wa ātīnaz zakāta (dan tunaikanlah zakat), yakni keluarkanlah zakat harta kalian.
Wa athi‘nallāha wa rasūlah (dan taatilah Allah dan Rasul-Nya) dalam kebaikan.
Innamā yurīdullāhu (sesungguhnya Allah bermaksud) dengan cara tersebut.
Li yudzhiba ‘angkumur rijsa (untuk Menghilangkan kotoran dari kalian), yakni Menghilangkan dosa.
Ahlal baiti (hai ahlubait), yakni hai keluarga nabi.
Wa yuthahhirakum tathhīrā (dan menyucikan kalian sesuci-sucinya) dari berbagai dosa [7].
Pada ayat ini, Allah memrintahkan supaya para istri Nabi tetap tinggal di rumah mereka masing-masing dan tidak keluar kecuali bila ada keperluan. Mereka  dilarang memamerkan perhiasannya dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah. Setelah mereka dilarang mengerjakan keburukkan mereka diperintahkan mengerjakan kebaikkan seperti mendirikan solat lima waktu sesuai syariat dan rukun-rukunnya dan menunaikan zakat harta bendanya. Telah menjadi kebiasaan, jika disebut salat maka selalu dikaitkan dengan zakat, sebab keduanya menghasilkan kebersihan diri dan harta. Hikmah dari keduanya supaya tetap taat kepada Allah dan RosulNya karena hal itu adalah pelaksanaan dari isi dua kalimat syahadat yang mennjadi jalan kebahagiaan dunia akhirat. Allah mengeluarkan perintah itu dengan sebutan ahlul bait yaitu semua keluarga rumah tangga Rasulullah saw dengan maksud untuk menghilangkan dosa mereka. Allah bermaksud membersihkan dari kekkotoran fasik dan munafik yang biasa menempel pada orang yang berdosa.[8]

IV.             QS Al Fath ayat 26

إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيماً -٢٦-
A.                Terjemah
             Kata ) الحمية  ) al-hamiyah dipahami oleh sementara Ulama dalam arti sikap meluap-luap dan menjadikan seseorang bersikap keras. Bahkan bersedia mengorbankan dirinya sendiri asal luapan tersebut tersalurkan.
Kata )الجا هلية  ) al-jahiliyah terambil dari kata jahil yang berarti kebodohan. Tetapi al quran menggunakannya juga dalam arti nila-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran islam. Orang yang jahil berarti seorang yang kehilangan kontrol dirinya, sehingga melakukan hal-hal yang tidak wajar, baik atas dorongan nafsu, kepentingan sementara maupun kepicikian pandangan.
Kata )كلمة التقوى ) kalimatat taqwa, ucapan dan perbuatanyang didorang serta dibuahkan tentang keyakinan dan kebenaran kalimat Laa ilaa ha illallah sehingga semua aktifitas mereka hanya berkisar perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka (yaitu) kesombongan jahiliah, maka Allah Menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang Mukmin, dan (Allah) Mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa, dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memilikinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
 “Kalimat takwa” ialah kalimat tauhid dan memurnikan ketaatan kepada Allah.
B.     Tawarih Nuzul
Pada ayat yang lalu diterangkan bahwa Allah menggagalkan serbuan orang-orang musyrik Mekkah ke perkemahan Rasulullah saw di Hudaibiyah sehingga mereka semua dapat ditawan. Kemudian Allah melunakkan hati Rasulullah saw sehingga Beliau membebaskan mereka dan tidak seorangpun diantara mereka yang terbunuh. Pada ayat-ayat berikut ini, diterangkan sikap orang-orang Musyrik yang berlawanan dengan sikap Rasulullah saw tersebut. Mereka menghalang-halangi kaum muslimin melakukan ibadah umroh dan melarang mereka membawa dan menyembelih binatang kurban ke daerah haram. Kemudian diterangkan alasan Allah swt melarang Rasulullah saw menyerbu kota Mekkah dan memerintahkan kepadanya menerima perjanjian Hudaibiyah.

C.      Asbabun Nuzul
Di saat naskah perdamaian Hudaibiyah akan dibuat, seorang gembong musyrikin Quraisy bernama Suhail bin Umar telah melarang mencantumkan kalimat “ bismillahirrohmaanirrohim” dan kalimat “ Muhammadur Rosululloh” pada naskah perdamaian tersebut. Lalu Tuhan menyabarkan hati Rasululloh SAW dan orang-orang mukmin. Itu hanya sentimen orang-orang jahiliyah saja[9].

D.    Tafsir
Ayat ini menerangkan bahwa orang-orang kafir menghalang-halangi kaum muslimin mengerjakan umrah di Masjidil Haram. Mereka juga menghalangi kaum Muslimin membawa dan menyembelih binatang kurban ke daerah sekitar Masjidil Haram seperti Mina dan sebagainya. Sebagaimana telah diterangkan bahwa Rasaulullah saw pada tahun ke enam Hijrah berangkat ke Mekkah bersama rombongan sahabat untuk melakukan ibadah umrah dan menyembelih kurban di daerah haram. Karena terikat dengan perjanjian Hudaibiyah, maka Rasulullah saw beserta sahabat tidak dapat melakukan maksudnya pada tahun itu. Rasul berusaha menepati perjanjian Hudaibiyah, namun ada rombongan kaum musyrik yang menyerbu perkemahan Rasulullah saw di Hudaibiyah, tetapi serbuan itu dapat digagalkan oleh Allah. Sekalipun demikian, banyak diantara kaum muslimin yang ingin membalas serbuan itu, walaupun telah terikat dengan perjanjian Hudaibiyah. Allah melunakkan hati kaum muslimin sehingga mereka menerima keputusan Rasulullah saw. Allah menerangkan bahwa Dia melunakkan hati kaum musliminsehingga tidak menyerbu Mekkah dengan tujuan :
Pertama, untuk menyelamatkan kaum muslimin di Mekkah yang menyembunyikan keimanannya kepada orang-orang kafir. Mereka takut dibunuh atau dianiaya oleh orang-orang kafir seandainya mereka menyatakan keimanannya. Kaum muslimin sendiri tidak dapat membedakan merka dengan orang-orang kafir. Seandainya terjadi penyerbuan kota Mekkah, niscaya orang-orang mukmin yang berada di Mekkah akan terbunuh seperti terbunuhnya orang-orang kafir. Kalau terjadi demikian, tentu kaum muslimin akan ditimpa keaiban dan kesukaran karena harus membayar kifarat. Orang-orang musyrik juga akan mengatakan “sesungguhnya orang-orang muslim telah membunuh orang-orang seagama dengan mereka “.
Kedua, ada kesempatan bagi kaum muslimin menyeru orang-orang musyrik untuk beriman. Dengan terjadinya perjanjian Hudaibiyah, kaum muslimin telah dapat berhubungan langsung dengan orang-orang kafir. Dengan demikian dapat terjadi pertukaran pemikiran yang wajar antara mereka, tanpa mendapat tekanan dari pihak manapun sehingga dapat diharapkan akan masuk Islam orang-orang tertentu yang diharapkan keislamannya atau diharapkan agar sikap mereka tidak lagi sekeras sikap sebelumnya. Diharapkan hal-hal itu terjadi sebelum kaum muslimin melakukan umrah pada tahun yang akan datang. Dari ayat ini dapat dipahami bhawa Allah swt selalu menjaga dan melindungi orang-orang yang benar-benar beriman kepadaNya, dimanapun orang itu berada. Bahkan Dia tidak akan menimpakan suatu bencana kepada orang-orang kafir, sekiranya ada orang beriman yang akan terkena bencana itu.[10]















BAB III.
TAFSIR MAUDLU’I
(QS Ali Imran ayat 154, QS Al Maidah 50, QS Al Ahzab ayat 33, QS Al Fath ayat 26)

Ayat-ayat tersebut di atas mengandung kisah-kisah Jahiliyah, dari segi keyakinan, adat kebiasaan,maupun cara-cara kaum Jahiliyah menyelesaikan masalah. Islam sebagai pendatangbaru yang hadirdi tengah-tengah Jahiliyah memungkinkan untuk tercampurnya tradisi Jahiliyah pada Islam. Maka dari itu Allah mempertegasnya dengan memberi batasan-batasan yang jelas, mana yang tradisi Islam dan mana yang kebiasaan Jahiliyah.
Kebiasaan Jahiliyah yang terbawa pada beberapa muslimin ada yang beranggapan bahwa Islam pasti menang sekalipun tanpa diperjuangkan. Hal ini bertentangan dengan sunatullah. Meski segala sesuatunya sudah ditentukan Allah, pertolongan Allah hanya akan datang jika usaha sudah maksimal yang didasari iman dan taqwa. Begitupun satu nyawa akan tetap melayang jika sudah ditentukan meski awalnya bersembunyi niscaya akan keluar.
Kebiasaan Jahiliyah selanjutnya adalah selalu mengikuti segala pikiran/pendapat pemimpin kaumnya yang selalu dianggap benar. Pada posisi seperti ini logikanya tidak akan terjadi percekcokkan intern kaum itu sendiri. Jika diceritakan ada percekcokkan maka bisa saja hal ini hanya untuk menjebak Rasulullah saw. Disini sangat mencolok perbedaannya, hukum dalam Islam adalah hukum Allah yang pasti benar.
Ciri khas perempuan Jahiliyah diantaranya ketika keluar rumah senang berhias, berpakaian warna-warni dan bersuara yang merangsang gairah. Hal ini tidak dibenarkan dalam Islam terutama bagi ahlulbait yanng lebih tinggi derajatnya dibanding perempuan muslimah lainnya. Maka istri Nabi yang menjadi contoh figur wanita Islami (penulis lebih senang mempergunakan istilah wanita bagi muslimah, wanita=wani ditata), yaitu tetap di rumah, jika keluar berpakaian sederhana,tidak mempertontonkan perhiasan dan kecantikan, selain itu juga mendirikan salat dan tunaikan zakat serta taat kepada Allah dan RasulNya.
Kebiasaan buruk Jahiliyah lainnya adalah kebiasaan tidak menepati janji. Seperti halnya yang terjadi pada perjanjian Hudaibiyah. Rosulullah menepatinya, namun serbuan kaum musyrikin pada perkemahan kaum muslimin di kampung Hudaibiyah menandakan bahwa kaum musyrikin telah melanggar perjanjian tersebut. Pada penyerbuan kali ini justru kaum muslimin banyak mendapatkan tawanan. Disinilah Allah melunakkan hati kaum muslimin untuk bisa tidak membalas serangan serta memaafkan seluruh tawanan.


BAB IV.
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kebiasaan kaum Jahiliyah :
1.      Terlalu percaya pada keberhasilan tanpa mengukus usaha yang telah dilakukan.
2.      Pendapat pemimpin selalu benar dan wajib diikuti.
3.      Ciri perempuan Jahiliyah jika keluar rumah senang memamerkan perhiasan, busana dan kecantikakkan.
4.      Tidak menepati janji, senang balas dendam.
Kebiasaan Islami :
1.      Usaha harus maksimal yang disertai tawakkal.
2.      Keputusan yang paling benar yang sesuai dengan Alquran dan sunah.
3.      Wanita muslimah akan senang menetap di rumah dan beribadah.
4.      Muslimin penyabar dan mudah memaafkan
B.     SARAN
Dalam menempuh perjalanan di kehidupan dunia muslimin harus berpegang teguh pada Alquran dan hadis sebagai pedoman hidup. Usaha sekeras apapun perlu disertai tawakkal kepada Allah swt, Dzat pemberi keputusan terbaik. Laki-laki muslim harus mampu mengarahkan wanita muslimah agar selalu berada pada koridor Islami, tidak tergelincir pada tradisi Jahililiyah kekinian. Proses kehidupan dunia yang terkadang kurang sesuai dengan harapan perlu ditanggapi dengan sabar yang dihiasi jiwa-jiwa pemaaf. Jiwa lembut yang akan menjadi pengendali segala amarah dan dendam.










DAFTAR PUSTAKA

Al Kalam Digital,Bandung:Penerbit Diponegoro,2009
Bachtiar Surin, Adz-Dzikra Terjemah dan Tafsir Alquran,Bandung:Angkasa,1991
Katalog Dalam Terbitan,Alquran Dan Tafsirnya jilid 7,(Jakarta:Kementerian Agama RI,2010
KH Qamaruddin Saleh dkk,Asbabun Nuzul,Bandung:CV Diponegoro,1990
M Quraisy Shihab,Tafsir Al-Misbah,Jakarta:Lentera Hati,2007
Tengku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy,tafsir Alquranul Majid,Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,2000


[1] M Quraisy Shihab,Tafsir Al-Misbah,(Jakarta:Lentera Hati,2007),Hal 250
[2] Al Kalam Digital,(Bandung:Penerbit Diponegoro,2009)
[3] KH Qamaruddin Saleh dkk,Asbabun Nuzul,(Bandung:CV Diponegoro,1990),hal 186
[4] Ibid, AlKalam...
[5] Katalog Dalam Terbitan,Alquran Dan Tafsirnya jilid 7,(Jakarta:Kementerian Agama RI,2010),hal. 4

[6] Tengku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy,tafsir Alquranul Majid,(Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,2000), hal 3278
[7] Ibid,AlKalam, hal.421
[8] Ibid,Katalog Dalam Terbitan....hal. 5
[9] Bachtiar Surin, Adz-Dzikra Terjemah dan Tafsir Alquran,(Bandung:Angkasa,1991),Hal.2217
[10] Ibid, Katalog Dalam Terbitan.. jilid 9,hal. 379

0 komentar:

Posting Komentar