Pages

Minggu, 29 Maret 2015

PROSES TRANSFORMASI PONDOK PESANTREN (Refleksi Perubahan Sistem Pendidikan Pesantren dan dampaknya)


oleh: Siti Halimatus Sa'diyah,M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang
Pondok pesantren sebagai cikal bakal pendidikan di Indonesia memiliki peran strategis dalam membangun bangsa. Sejak prakemerdekaan pondok pesantren menempatkan diri menjadi aktor pendidikan dan pembangun bangsa. Kekhasan pondok pesantren yang dimiliki menjadi nilai tambah sebuah proses pendidikan yang mampu mendidik secara optimal, dari teori sampai aplikasi semua didapatkan. Pendidikan pesantren memberi pelayanan duapuluh empat jam pada santri, hal ini memungkinkan ter-cover-nya kebutuhan pendidikan bagi masyarakat. Berkumpulnya santri dan kyai dalam satu tempat memungkinkan adanya pendidikan ketauladanan yang berlangsung efektif. Jika dibandingkan dengan pendidikan formal yang dibatasi oleh ruang dan waktu, pondok pesantren memiliki kekuatan penuh dalam mendidik. Ketauladanan kyai dalam pemecahan masalah kehidupan bisa dilihat secara langsung oleh santri, sehingga pendidikan karakter, pembekalan skill soaial berlangsung alami dan terus menerus. Santri yang mayoritas pada usia labil tentunya akan mudah memperoleh idola yang tepat dari sosok kyai. Seperti Nabi Muhammad ketika mendidik dengan suri tauladan, begitupun ketika menyampaikan pendidikan dasar-dasar aqidah. Ternyata ketauladanan inilah yang menjadikan umat Islam berjaya pada masa itu. Pendidikan pesantren masih kental dengan itu, hal ini yang membedakan dengan pola pendidikan lainnya. Kefiguran pendidik dikesampingkan.
Pada awalnya pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang dikenal dengan sebutan kyai. Materi pendidikan pondok pesantren bermuara pada satu arah yaitu pengauasaan kitab kuning. Kitab-kitab klasik ini terdiri dari nahwu, shorof, fiqh, ushul fiqh, hadist, tafsir, tauhid, tasawuf,etika, tarikh dan balaghah. Materi ini menjadi menu utama pondok pesantren yang ada di Indonesia, terutama pesantren salafi / tradisional yang bertahan hingga sekarang. Pondok pesantren ini memiliki spesialisasi tersendiri disesuaikan dengan ketrampilan keilmuan yang dikuasai sang kyai. Misalnya ada pondok pesantren yang mendalami ilmu fiqh ataupun ilmu kejadugan.
Ustad / kyai yang mengajar memiliki metode khusus. Metode bandungan dan sorogan menjadi andalan utama dalam proses transfer ilmu. Hal ini dilakukan sebab biasanya pondok pesantren memiliki banyak santri dengan satu atau dua kyai / ustadz. Perbandingan jumlah santri yang besar menjadikan metode bandungan menjadi solusi, agar materi tersampaikan pada setiap siswa meski dengan satu/dua orang guru. Sorogan biasanya digunakan pada materi yang membutuhkan hafalan. Sorogan ini dilayani oleh santri senior yang dipercaya oleh kyai untuk menerima sorogan santri yuniornya. Metode bandungan bertahan pula di pendidikan formal masa kini, hal ini membuktikan bahwa pondok pesantren memberi andil dalam penentuan metode ajaran. Begitupun sorogan juga memberi warisan yang diadopsi oleh dunia formal dengan istilah tutor sebaya.
Pondok pesantren tipe atas merupakan pondok pesantren zaman dahulu. Pada era kini pondok pesantren mengalami perubahan yang signifikan seiring laju perubahan masyarakat Indonesia. Materi-materi pendidikan yang dilayani juga bertambah. Tidak hanya pembelajaran kitab kuning, kini banyak pondok pesantren yang menawarkan keunggulan bahasa, tidak hanya bahasa arab tapi bahasa asing lainnya. Selain itu banyak pondok pesantren yang membekali santri dengan ketrampilan kehidupan, sehingga diharapkan santri ketika pulang dari pesantren tidak hanya terampil memimpin tahlilan namun akan tampil menjadi pelopor kemajuan ekonomi masyarakat secara luas. Jika dahulu pondok pesantren tertutup dengan dunia luar, berbeda dengan pesantren kekinian yang justru memiliki kerjasama dengan banyak pihak luar. Seperti halnya pondok pesantren Athohiriyah di Purwokerto yang bekerjasama dengan STAIN dalam rangka mendidik agama mahasiswa.
Terbukti hanya pondok pesantren yang mau berubah, yang akhirnya mampu bertahan dan eksis hingga kini. Dari materi klasik menjadi ditambah materi ketrampilan, dari tertutup menjadi terbuka dengan seluruh elemen maupun lembaga masyarakat yang memiliki tujuan yang sama yaitu membangun bangsa melalui pendidikan. Makalah ini akan memberikan informasi tentang perubahan pelayanan pendidikan pondok pesantren, yang awalnya hanya terpaku pada kitab kuning yang akhirnya berubah menjadi pondok pesantren yang ber-dunia formal serta berteknologi.






BAB II
PEMBAHASAN

A.                Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesatren merupakan suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di Indonesia. Pondok pesatren terdiri atas dua kata yaitu pondok dan pesantren. Kata pondok ( kamar,gubug,rumah kecil ) dipakai dalam bahasa Indonesia dengan menekankan pada kesederhanaan bangunan. Kata pondok di mungkinkan berasal dari bahas Arab funduq yang berartiruang tidur, wisma, hotel sederhana. [1]
Kata pesantren berasal dari kata santri, mendapat tambahan awalan “pe” dan akhiran “an” yang menentukan tempat. Jadi pesantren berarti tempat para santri [2].  Pondok pesantren berarti bangunan sederhana yang digunakan santri dalam proses pendidikan agama. Pengertian lain pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sekurang-kurangnya memiliki 3 ( tiga ) unsur yaitu kyai yang mendidik dan mengajar, santri yang belajar dan masjid tempat mengaji. [3]Atau jika lebih lengkapnya ditambah dua unsur lagi yaitu pondok dan pengajaran ilmu. Kelima unsur ini yang membedakan lembaga pendidikan pesantren dengan lembaga pendidikan yang lain yang ada di Indonesia. Pondok pesantren memiliki tujuan sesuai dengan dalil : pendidikan dalam pesantren ditujukan untuk mempersiapkan pimpinan-pimpinan akhlaq dan keagamaan. Diharapkan bahwa para santri akan pulang ke masyarakat mereka sendiri untuk menjadi pemimpin yang tidak resmi dari masyarakat. [4] Sehinggga pendidikan ini lebih mengutamakan dan memetingkan pendidikan akhlaq atau moral dalam bentuk kepribadian muslim, hal ini sesuai dengan konsep tujuan utama pendidikan Islam.
Adapun faktor-faktor yang menguntungkan perkembangan dan pertumbuhan Pondok Pesantren yang membuat lembaga ini tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:
1.      Agama Islam telah tersebar luas di seluruh pelosok tanah air dan sarana yang paling populer untuk pembinaan kader Islam dan mencetak Ulama’ adalah masjid dan Pondok Pesantren.
2.      Kedudukan para ulama’ dan kyai di lingkungan kerajaan (awal Islam) berada dalam posisi kunci. Selain raja dan sultan-sultan sendiri ahli agama, para penasehatnya adalah para kyai dan ulama’. Oleh karena itu pembinaan Pondok Pesantren sangat mendapat perhatian para sultan dan raja-raja Islam. Bahkan pendirian beberapa Pondok Pesantren disponsori oleh Sultan dan raja-raja Islam.
3.      Usaha Belanda yang menjalankan politik “belah bambu” diantara raja-raja Islam dan Ulama Islam semakin mempertinggi semangat jihad umat Islam untuk melawan Belanda. Sehingga dimana-mana terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh raja-raja dan ulama Indonesia, seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dan lain-lainnya.
4.      Faktor lain yang mendorong bertambah pesatnya pertumbuhan Pondok Pesantren adalah adanya gairah agama yang tinggi dan panggilan jiwa dari ulama’ dan kyai untuk melakukan da’wah.
5.      Semakin lancarnya hubungan antara Indonesia dan Mekkah. Para pemuda Islam banyak yang bermukim di Mekkah dan disana mereka memperdalam pengetahuan agama dari  seorang ulama di Masjidil Haram [5].
Dalam pelaksanaanya sekarang ini, Pondok Pesantren dapat digolongkan dalam dua bentuk yang penting: Pondok Pesantren Salafiyah dan Pondok Pesantren khalafiyah. Menurut data tahun 2000 Pondok Pesantren Salafiyah berjumlah 7.462 (65.97 %) dari 11.312 Pondok Pesantren seluruh Indonesia. Sedangkan yang Khalafiyah sebanyak 599 (5,30 %) dan Pondok Pesantren yang mengombinasikan keduanya sebanyak 3.251 (28.74 %)[6].

B.                 Pendidikan tipe lama Pondok Pesantren
Pendidikan pada tipe ini mengajarkan kitab-kitab klasik yang lebih dikenal dengan kita kuning. Banyak ponpes pada tipe ini sudah menerapkan sistem madarasah. Namun sistem madrasah ini hanya bertujuan untuk memudahkan sistem sorogan. Klasikal dalam madrasah digunakan untuk memudahkan sistem bandungan yang lazim dilakukan. Pada kelas tertentu dengan siswa yang banyak, guru hanya satu, materi berbahasa Arab, siswa meliki kitabnya, maka metode yang memungkinkan adalah bandungan. Sistem ini terbukti efektif mampu menciptakan ulama yang handal. Pesantren masih tertutup dari perkembangan dan perubahan sosial masyarakat. Materi dan metode pendidikannya belum mengalami perubahan.
Pondok pesantren memiliki 7 (tujuh) keunggulan, diantaranya doa kyai. Hampir semua kyai dalam riyadlahnya selalu mendoakan seluruh santrinya, kyai tidak hanya berdoa untuk kebaikkan anak kandung/keluarga saja. Bagi kyai santri merupakan bagian dari kehidupannya. Ini yang membedakan antara kyai dan guru. Adanya takror yang dikembangkan di pondok pesantren memberi peluang saling tukar pemahaman antar santri (peserta didik). Hafalan serta ujian lisan juga mewarnai proses pendidikan pesantren. Model lama pesantren mengandalkan hafalan terlebih dahulu sebelem masuk fase pemahaman. Untuk mengukurnya digunakan sistem cek-cekan yang diberlakukan bagi santri yang akan mengikuti jenjang kitab berikutnya. Pengukuran penguasaan santri terhadap materi juga berlaku pada pemahaman yang diukur dengan ujian lisan secara komprehensip santri akan ditanya oleh ustad/kyai seputar kitab yang dipelajari. (lengkapnya baca buku dari Tremas ke Harvard karya Prof.DR.KH. Yudian )
Ketradisionalan pendidikan ponpes yang  ini ternyata mengilhami lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia dan barat. Sistem pembelajaran yang panjang yaitu duapuluh empat jam dalam setiap hari banyak diadopsi oleh lembaga di luar pesantren. Sistem pembelajaran diganti dengan istilah fullday school. Hal ini membuktikan bahwa sistem pesantren ini memiliki banyak keunggulan terutama pada pendidikan karakter yang sedang booming di Indonesia.
Selain diadopsi, pesantren banyak mengalami akulturasi dengan pendidikan di luar pesantren. Hal ini menjadi sebuah keharusan karena perkembangan sosial umat Islam. Umat Islam sekarang ini memerlukan berbagai jenis pengetahuan formal untuk memenuhi kebutuhan sistem pekerjaan modern [7]. Tanpa melepas identitas kepesantrenannya, pondok pesantren banyak yang mendirikan lembaga pendidikan formal. Pondok pesantren inilah yang akan menjadi obyek kajian pada makalah ini.
C.                Gejala-gejala Sosial Masyarakat
Masyarakat selalu mengalami perubahan. Dalam menunjang kehidupan di dunia dan persiapan hidup di masa yang akan datang, masyarakat membekali diri dengan banyak hal. Masyarakat cenderung berpikir praktis, instan dan efisien di segala aspek kehidupan. Dari makanan sampai pemenuhan kebutuhan non materi semua diformat seinstan mungkin. Hal ini berpengaruh besar pada perubahan gaya hidup masyarakat.
Perubahan tersebut turut mempengaruhi tatanan sosial masyarakat Indonesia yang berkembang dari tradisional menuju masyarakat modern. Perubahan tersebut diantaranya pada bidang berikut yang ikut andil dalam penentuan format pendidikan khususnya pondok pesantren.
1.                  Politik
Indonesia memiliki sisitem politik yang demokrasi. Setiap warga negara memiliki hak yang sama, yaitu hak memilih dan hak dipilih. Hal ini memungkinkan setiap warga negara untuk mencalonkan diri menjadi politikus. Seorang politikus bisa ditopang dari ketenaran, daya elektabilitas tinggi. Kyai yang menjadi elemen penting pondok pesantren ini memiliki banyak peluang untuk terjun di dunia politik. Bermodalkan ribuan santri beserta keluarganya akan mampu membuka peluang semakin besar. Kyai terbukti memiliki daya elektabikitas yang cukup untuk menjadi politisi. Karakter kyai yang begitu kuat di masyarakat menempatkan kyai dalam posisi yang strategis dalam banyak hal.
Selain faktor keberuntungan tersebut ternyata kyai banyak yang terhambat harapannya untuk menjadi politisi yaitu terkait dengan persyaratan admonistrasi pencalonan. Persyaratan pendaftaran calon legislatif yang mempersyaratkan pendidikan formal, menjadi penghalang bagi banyak kyai dalam dunia politik. Kyai tradisional banyak yang memiliki kemampuan yang mumpuni, namun tidak memiliki legalisasi. Kyai pada umumnya hanya mengikuti pendidikan di pesantren saja. Bahkan beberapa kyai sama sekali tidak pernah mengenal pendidikan formal (ada yang berpendapat haram).
Terutama pada pemilihan umum yang sebentar lagi akan dilaksanakan oleh bangsa Indonesia, tepatnya di tahun 2014. Partai membutuhhkan calon legislatif yang kena di hati rakyat, yang nanti akhirnya akan menambah jatah kursi parlemen. Sosok kyai hampir selalu tidak hanya merakyat, namun kyai bahkan menjadi panutan masyarakat dari kalangan elit sampai kalangan pailit. Semua menempatkan kyai pada tempat yang lebih dibanding masyarakat biasa pada umumnya. Pemilu 2014 yang sudah mulai terasa memanas prediksi saya akan berbeda dengan pemilu 2009, yang kala itu sebelum pemilu berlangsung sudah ada partai yang mendominasi hati masyarakat. 2014 belum ada partai yang dominan,elektabilitas partai penguasa juga menurun. Nah, disinilah peran kyai untuk menaikkannya (selain kyai biasanya parpol menggunakan artis).
Selain kursi parlemen pada pemilihan legislatif, sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia juga memberi peluang besar kepada para kyai untuk menduduki jabatan kepala daerah seperti bupati/ walikota/ wakilnya maupun gubernur/wakil gubernur. Tak sedikit politisi menggandeng kyai untuk mendulang suara jamaahnya. Di Kabupaten Kebumen misalnya, KH. Moh.Nasirrudin mampu mendampingi ibu Rustriningsih dalam pemilihan bupati yang akhirnya dimenangkannya. Bahkan pada akhir periode, KH.Moh.Nasirrudin naik menjadi orang nomer satu di kota beriman ini. Hal ini cukup membuktikan bahwa kyai bisa diterima oleh rakyat, baik dalam kapasitasnya sebagai tokoh agama Islam, pengasuh pondok pesantren maupun ketika kyai menjadi pemimpin daerah. Justru masyarakat banyak mempercayakan pilihan politiknya kepada sosok kyai dibanding politisi. Masyarakat menilai kyai lebih layak memimpin sebab taraf keilmuan yang dianggap mumpuni, kyai memiliki jiwa kepemimpinan yang terbangun secara alamiah. Belum lagi kyai memiliki pemahaman dan pengamalan agama yang kuat sehingga akan terhindar dari penyakit sosial masyarakat seperti korupsi.
2.                  Ekonomi
Laju perkembangan ekonomi Indonesia cukup pesat. Metronews menyebutkan bahwa ada 2 juta orang baru Indonesia yang memiliki penghasilan 50 juta setiap bulan. Naasnya mayoritas dari dua juta orang  itu bukan hasil dari dunia pesantren, namun hasil pendidikan formal. Mayoritas mereka hadir dari kalangan pebisnis yang mempergunakan tekhnologi. Pendidikan formal yang melatih jiwa enterpreneur menjadi pemasok utama bos dari setiap bidang usaha. Keluaran pesantren masih berkutat dengan tahlilan dan perselisihan furu’ , sehingga tidak sempat membina soft skill (baca:kecakapan hidup). Alumni pesantren yang sangat banyak di Indonesia akhirnya sebagai pemasuk buruh (level rendah).  Selain itu iklim usaha yang yang nyaman, menjadikan hasil yang maksimal. Dipermudahnya investasi di banyak faktor memberi peluang yang cukup bagi para investor (biasanya bukan santri) untuk melebarkan sayap usahanya.
Sebut saja x yang menjadi direktur 4 perusahaan kelahiran Bandung dalam usia delapan belas tahun. Dia berhasil mengembangkan usahanya dari awalnya coba-coba dengan satu usaha, akhirnya berhasil mengembangkan menjadi empat perusahaan. Dimulai dari usaha sofabed yang digeluti selama empat bulan, bertambah akhirnya memiliki tiga. Pada tahun kedua dia mulai menyebrangkan usahanya pada pendidikan dengan membuka bimbingan belajar. Semua menjadi ladang bisnis. Ternyata x bukanlah dari pesantren (sumber : kick n dy)
Data statistik tenaga kerja banyak dihiasi oleh kaum wanita. Bahkan media massa pernah menyebutkan wanita lebih banyak yang bekerja dibanding kaum pria. Kaum wanita bekerja sebagaimana laki-laki. Siang dan malam mereka bekerja sesuai aturan perusahaan, nyaris tidak ada beda. Banyak diantara mereka yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Bahkan yang mencengangkan ada yang menyebutkan 80% kaum laki-laki dinafkahi oleh istri. Tidak ketinggalan pula masyarakat Wonosobo ikut terkena imbas dari gender pekerjaan. Banyak kaum wanita yang bekerja berangkat pagi, pulang malam. Bahkan kendaraan yang dipakaipun sama, yaitu truck. Mereka semua berdesak-desakkan dalam satu truk.
Disinilah pondok pesantren yang menjadi wadah mecari ilmu berbenah diri agar mampu mengimbangi arah laju perekonomian Indonesia. Tata perekonomian yang terbuka bagi setiap pelaku ekonomi memberi kebebasan masyarakat dalam memilih pekerjaan. Jika zaman abad 18, pondok pesantren berkutat dengan ilmu akherat seperti kajian kitab kuning dan mengharamkan ilmu-ilmu baru, maka pada era kini pondok pesantren harus mampu menjawab tantangan zaman. Sehingga akan muncul program-program pondok yang maju seiring perubahan tata ekonomi. Sehingga santri di pesantren akan melakukan aktivitas ekonomi. Misalnya santri membuat banyak aplikatif dari internet.
Masyarakat berharap besar terhadap pondok pesantren. Lahirnya generasi muda, berprestasi dan mandiri. Tidak hanya penguasaan kitab kuning, santri diharapkan memiliki kemampuan akademik yang baik, berprestasi sehingga mereka akan siap menjadi pengusaha, peneliti dan pemimpin masa depan Indonesia [8].
Untuk menyiapkan santri, pondok pesantren bisa kerja sama dengan berbagai pihak, seperti yang dilakukan lembaga pendidikan Ma’arif DIY. Lembaga ini bekerja sama dengan telkom dengan menendatangani nota kesepahaman perihal penerapan internet Indonesia di lingkungan koordinasi lembaga pendidikan ma’arif DIY [9]. Kerjasama seperti ini penting dilakukan terutama di dunia pendidikan, tidak terkecuali pondok pesantren.
3.                  Budaya
Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan membuka peluang bagi para wanita untuk berkompetisi dalam dunia kerja. Sifat ulet dan tekun wanita menjadikan wanita banyak diminati terutama di dunia usaha. Hal ini menciptakan banyaknya wanita karir yang otomatis harus keluar rumah untuk bekerja. Tugas utama wanita dalam perannya sebagai ibu, al ummi madrasatu ‘ula menjadi terbengkelai. Banyak ibu yang mengandalkan lembaga pendidikan tertentu sebagai pengganti perannya. Nah, disinilah pendidikan fulldayschooll yang diadopsi dari pesantren muncul memberi solusi. Sehingga ketika ibu bekerja, anak berada pada tempat yang tepat, yaitu sekolah.
Anak merupakan amanah dari Ilahi. Masa anak-anak merupakan fase terpenting dalam perjalanan hidup manusia. Banyak ahli yang menyebut pada tiga tahun pertama kehidupan manusia adalah The Golden Age. Pada masa inilah anak mulai belajar mengenal dunia. Allah swt membekali si anak dengan spons memori yang akan menyerap segala informasi yang datang.
Islam memberi perhatian pada anak tidak hanya ketika si anak sudah lahir. Dalam hadis Nabi disebutkan, carilah ilmu dari kandungan sampai liang lahat. Disinilah peran pendidikan seorang ibu yang dimulai sejak masa kandungan. Seperti pengalaman Ibu Ida S Widayanti ini yang sejak kehamilannya selalu semangat belajar tentang pendidikan anak. Setiap mau tidur ditemani buku dan Alqu’an, serta menyukai buku motivasi terutama yang bertemakan ikhlas. Ibu ini hanya mengisi pikirannya dengan hal-hal positif [10]. Ternyata Allah memudahkan dari proses kelahiran hingga 4 tahun perkembangan karakternya terbangun dengan nyata.
Saat ini masarakat dan bangsa Indonesia semakin menyadari pentingnya pendidikan yang mengarah pada pola karakter anak. Meski istilah karakter berasal dari bahas Yunani, menurut beberapa literatur pengertiannya sama dengan akhlaq yaitu kebiasaan, peringai dan tabiat. Waktu yang terbaik dimulai sejak dini dan terkontrol perkembangannya.
Pondok pesantren selain mendidik dasar-dasar keagamaan, juga menanamkan nilai-nilai akhlaq melalaui kajian kitab kuning. Banyak kitab yang membahas pentingnya akhlaq. Selain mengaji, disinilah letak keunggulan pesantren yaitu uswatun khasanah yang diperankan kyai ataupun santri-santri senior yang berlangsung selama duapuluh empat jam. Hal ini berarti perkembangan karakter santri terkontrol.

4.                  Kejahatan Mengancam Anak
“jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ai akan belajar keadilan”. Menjadi ironi, anak sebagai amanat Allah swt kemudian disia-siakan dengan perlakuan yang kasar / tidak sesuai. Masa anak-anak sampai remaja merupakan masa keemasan pada proses kehidupan manusia, baik dari segi perkembangan pikiran sampai kesehatan. Masa ini berperan besar dalam pembangunan manusia yang kokoh.
Sebagai aktivis, Latifah Iskandar mengungkapkan keprihatinan serta kepedulian terhadap anak, nuraninya sangat tersentuh dengan terus meningkatnya kekerasan anak termasuk kekerasan seksual [11].
Menurutnya kekerasan seksual pada anak adalah ancaman yang merusak semua kehidupan anak, karena ada trauma disana. Dan membuak anak-anak seakan tidak punya lagi kehidupan masa depan. Artinya daya hancur kejahatan ini sangat luar biasa. Tragisnya data selalu menunjukkan antara pelaku dan korban memiliki kedekatan, entah lokasi tinggal ataupu kekerabatan.bahkan pada tahun 2013 ini sudah ada 12 kasus ayah memperkosa anak kandungnya sendiri. Perlu dipahami korban kekerasan anak tidak hanya perempuan. Tidak sedikit laki-laki yang menjadi korban.
Penyebabnya banyak hal. “Kemiskinan” adalah kunci. Kemisikinan disini diartikan tidak hanya kepapaan harta, tapi miski ilmu, miskin pengetahuan, miskin informasi maupun miskin moral. Penelitian membuktikan pornografi itu adiktif, membuat kecanduan, seperti narkoba. Hal ini diperparah dengan lemahnya hukum yang diberlakukan bagi si pemerkosa. Pelaku hanya dihukum singkat. Maka wajar KPAI pernah melayangka protes keras ke komisi Yudisial ketika ada guru di suatu daerah yang menjadi pelaku pemerkosaan hanya dihukum 3 tahun [12]
Pemerintah harusnya hadir dengan membangun sistem perlindungan anak. Bersama-sama menghadirkan lingkungan yang ramah bagi anak. Semua dimulai dari rumah, sekolah dan lingkungan yang nyaman untuk menunjang pembangunan pendidikan dan moral anak, pondok pesantren misalnya. Pondok pesantren dengan suasana relijiusnya, menurut penulis merupakan tempat yang tepat untuk menjaga anak dari kejahatan yang mengancamnya. Selain itu pondok pesantren juga mencetak moral anak sebagaimana seharusnya. Pesantren dengan jadwal ketat, lingkungan tertutup dari luar, penanaman etika Islami yang kuat memberi harapan pada tersiapkannya generasi masa depan yang kuat.
5.    Aliran-aliran Agama yang menyesatkan
Agama sebagai pedoman hidup manusia digunakan untuk memahami dirinya dan lingkungannya yang merupakan dasar utama kebudayaan, sehingga manusia tidak bisa lepas dari agama. Pemerintah menjamin pelaksanaan ibadah setiap warganya. Undang-undang dasar 1945 memberi penjelasan kebebasan beragama pada pasal 29. Selain kebebasan, negara juga mengatur sedemikian rupa agar pelaksanaan ibadah tidak sia-sia. Pemerintah pada masa lalu memberi batasan atau bahkan melarang berbagai agama yang dianggap mengganggu laju pembangunan.
Berbeda dengan era reformasi, masa dimana kebebasan masyarakat dilindungi sehingga beberapa golongan yang pada masa prareformasi dibatasi geraknya, kini ibarat burung yang lepas dari sangkarnya. Mereka berani mengekspresikan dirinya. Fenomena menarik era reformasi ini adalah munculnya kembali berbagai kelompok dan aliran keagamaan yang pada masa orde baru tidak berani menampakkan dirinya. Diantara agama yang pada masa lalu dilarang oleh pemerintah, sekarang menunjukkan eksistensinya kembali adalah agama Bahai di Tulungagung yang menuntut perlakuan sama oleh pemerintah seperti agama lainnya[13]. Selain itu juga muncul aliran-aliran lain yang juga banyak pengikutnya. Seperti Syiah, Majelis Tafsir Alquran dst. Aliran keagamaan ini banyak yang beranggapan sesat atau tidak sesuai dengan Agama yang sesungguhnya.
Pesatnya perkembanga aliran keagamaan ini memicu keresahan masyarakat luas. Dikhawatirkan muncul permasalahan sosial keagamaan yang merupakan permasalahan yang timbul di masyarakat sebagai akibat dari perubahan dan keadaan yang mengakibatkan gangguan atau kendala baik langsung maupun tidak langsung [14]. Untuk membentengi generasi muda banyak orang tua yang mengandalkan pondok pesantren sebagai benteng utama dalam mempertahankan aqidah Islam yang benar. Sudah sewajarnya hal semacam ini juga turut memperkokoh kedudukan pondok pesantren di mata masyarakat.
 Selain pondok pesantren sebagai lembaga, dakwah yang dilakukan oleh kyai juga mampu memberi pencerahan bagi masyarakat. Kyai pada umumnya berperan sebagai orang tua yang dalam dakwahnya tidak memukul aliran keagamaan yang sesat, namun biasanya kyai akan merangkul dengan menghargai aliran itu. Pendekatan persuasif ini ternyata mampu mengendalikan laju pertumbuhan aliran-aliran baru yang tidak sesuai.

D.                Pondok Pesantren Tipe Baru
Gejala-gejala sosial masyarakat mempengaruhi pola pendidikan pesantren. Kebutuhan masyarakat yang terus berkembang mengharuskan perubahan pondok pesantren. Ketika pada abad 19, masyarakat cukup dengan ulama, maka berbeda pada era kini. Masyarakat butuh tidak hanya sosok ulama, namun mereka  butuh ahli ekonomi, ahli politik dan banyak ahli yang akhirnya mampu menunjang kehidupannya. Seiring dengan itu, pondok pesantren tipe baru muncul. Tipe baru yaitu mendirikan sekolah-sekolah umum dan madrasah-madrasah yang mayoritas mata pelajaran yang dikembangkan bukan kitab-kitab klasik . sekolah umum ini melengkapi dunia pesantren yang dinamis. Seperti halnya di Tebuireng,pendidikan umum tidak menimbulkan gangguan terhadap usaha pesantren dalam memelihara doktrin-doktrin Islam tradisional.
Dewasa ini Pondok Pesantren mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga pendidikan islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat dan sekaligus menjadi simpul budaya, maka itulah Pondok Pesantren.
Pada umumnya Pondok Pesantren dewasa ini juga mengikuti sistem klasik atau sistem madrasah, tetapi juga tidak melepaskan sistem aslinya (bandongan, wetonan dan sorongan). Sehingga Pondok Pesantren seakan-akan merupakan jenis perguruan agama Islam baru yang terdiri dari beberapa unit, seperti berikut :
a.       Pondok Pesantren dengan sistem khasnya
b.      Pendidikan Raudlatul Athfal (TK)
c.       Madrasah dengan tingkatannya :
1.      Ibtidaiyah (dasar)
2.      Tsanawiyah (menengah tingkat pertama)
3.      Aliyah (Menengah tingkat keatas)
d.      Madrasah diniyah yang meliputi :
1.      Awwaliyah
2.      Wusto
3.      Ulya
e. Perguruan Tinggi
1. Sekolah Tinggi bercirikan Islam
2. Universitas Islam (membuka fakultas umum)
e.       Takhas-shush (kejuruan) meliputi :
1.      Tanfidzul Qur’an bil ghoib/bin nadzor
2.      Jahit menjahit (keputrian)
3.      Pertukangan
4.      Dll.[15]
Masyarakat membutuhkan selain ilmu agama, kecakapan hidup juga formalitas seperti ijazah. Diharapkan proses pendidikan pesantren (seperti disebutkan di atas dengan berbagai unitnya) mampu menciptakan manusia yang siap, kuat dan mandiri. Sehingga akan terbina prinsip dasar kemasyarakatan dalam Islam yaitu diakui adanya persamaan, kemerdekaan (agama, politik, ekonomi dan persaudaraan)[16] .
Dari pendidikan pesantren terbaru yang mendialogkan antara pendidikan agama dengan pendidikan formal (yang diakui pemerintah) serta membekali dengan ketrampilan akan mengarahkan seluruh santri ketika berkarya tidak berorientasi pada materi semata melainkan ada ruh pengabdian khas pondok pesantren. Pengabdian yang didasari dengan etika dan akhlaq. Hasil dari pendidikan ini membuka peluang selebar-lebarnya bagi santri untuk memilih pekerjaan sesuai cita-citanya tanpa ada halangan. Dan apapun profesi santri akan selalu dilandasi akan kesadaran beragama yang akan menjadi pengendali setiap tindakannya. singkatnya ketika alumni menjadi politisi maka akan memiliki jiwa politikus,ketabahan hati,moral politik dan keimanan yang bulat.
Hasil pola pendidikan pesantren yang nyata ada pada tokoh Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi yang dalam beberapa survei dinobatkan menjadi manusia paling berkualitas. Lepas dari kepesantrenan yang lama, namun tokoh nasional ini cukup mewakili keberhasilan pondok pesantren dalam medidik santri agar menjadi manusia unggul. Meski digulirkan banyak isu miring, namun jiwa kepesantrenan tetap terjaga.  Karir Mahfud MD ini berawal dari dosen di perguruan tinggi swasta di Jombang yang dibawa oleh Presiden Abdurrahman Wahid ke Jakarta untuk dijadikan meteri pertahanan. Meski awalnya menolak, namun atas ketawadukannya terhadap kyai akhirnya menerima.
Pada sisi lain Gusdur ( gus adalah sebutan bagi anak laki-laki kyai) berhasil memimpin negara kita tercinta. Dalam kepemimpinannya Gusdur tidak lepas dari pola pesantren. Seperti dikatakan Gusdur dalam acara talkshow sebuah TV swasta, Gusdur mengatakan bahwa majunya Beliau dalam pamilihan presiden karena diminta oleh lima orang kyai. Dalam menjalankan pemerintahannya Gusdur banyak memberi warna positif. Meski banyak kontroversial, namun terbukti bahwa Gusdarlah satu-satunya presiden RI yang tidak pernah korupsi. Begitupun para menteri. Inilah hasil dari didikan tradisional pesantren,dikuatkan karakter Islamnya juga dikolaborasi dengan berbagai ilmu umum (di luar agama) yang berlegalisasi. Pondok pesantren memiliki kekuatan penuh mencetak generasi pembangun bangsa. Kesempatan seperti ini tidak mungkin akan hadir tanpa ada transformasi perubahan pesantren yang tadinya tradisional dengan berbagai ilmu agama murni tanpa ada pendidikan formal.

















DAFTAR PUSTAKA

Amin Syukur,Pengantar Study Islam,Semarang:PT.Purtaka Rizki Putra,2010
Blog.Shared- Sejarah Pondok Pesantren, diakses senin,5 Maret 2013
ElBuquri,Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren,www.elbuquri.shared, diakses 3 Maret 2013
Ida S.Widayanti,Medidik Karakter Dengan Karakter,Jakarta:PT Arga Tilanta,2012
Kedaulatan Rakyat,Edisi Sabtu Pahing, 29 Desember 2012
Kompas,Edisi Senin,4 Maret 2013,  (Suplemen Bidikmisi)
M. Arifin,kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),Jakarta:Bumi Aksara,1991
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial,Jakarta:P3M,1986
Nuhrison M.Nuh,Aliran-aliran Keagamaan Aktul di Indonesia,Jakarta:Maloho Jaya Abadi Press,2010
Puerbakawatja,Ensiklopedia Pendidikan,Cet III.,Jakarta:Gunung Agung,1982
Sudjoko Prasojdo, Profil Pesantren,Jakarta;LP3ES,1974
Zamakhsari Dhofier,Tradisi Pesantren,Jakarta:LP3ES,2001


[1] Sudjoko Prasojdo, Profil Pesantren,(Jakarta;LP3ES,1974),hal.74.
[2] Puerbakawatja,Ensiklopedia Pendidikan,Cet III.,(Jakarta:Gunung Agung,1982),hal.233
[3] M. Arifin,kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),(Jakarta:Bumi Aksara,1991),hal.247-248.
[4] Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial,(Jakarta:P3M,1986),hal.158.
[5] Blog.Shared- Sejarah Pondok Pesantren, diakses senin,5 Maret 2013
[6] Ibid
[7] Zamakhsari Dhofier,Tradisi Pesantren,(Jakarta:LP3ES,2001),Hal.77
[8] Kompas,Edisi Senin,4 Maret 2013, Hal C (Suplemen Bidikmisi)
[9] Kedaulatan Rakyat,Edisi Sabtu Pahing, 29 Desember 2012, Hal 29
[10] Ida S.Widayanti,Medidik Karakter Dengan Karakter,(Jakarta:PT Arga Tilanta,2012),Hal.xiiii
[11]  Ibid, Edisi Sabtu Kliwon,2 Maret 2013, Hal.19
[12] Ibid
[13] Nuhrison M.Nuh,Aliran-aliran Keagamaan Aktul di Indonesia,(Jakarta:Maloho Jaya Abadi Press,2010),Hal.1
[14] Ibid, Aliran...,Hal.15
[15] ElBuquri,Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren,(www.elbuquri.shared),Hal.12
[16]Amin Syukur,Pengantar Study Islam,(Semarang:PT.Purtaka Rizki Putra,2010),Hal 126

0 komentar:

Posting Komentar