oleh: Siti Halimatus Sa'diyah,M.Pd.I
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pondok pesantren sebagai cikal bakal pendidikan di Indonesia
memiliki peran strategis dalam membangun bangsa. Sejak prakemerdekaan pondok
pesantren menempatkan diri menjadi aktor pendidikan dan pembangun bangsa.
Kekhasan pondok pesantren yang dimiliki menjadi nilai tambah sebuah proses
pendidikan yang mampu mendidik secara optimal, dari teori sampai aplikasi semua
didapatkan. Pendidikan pesantren memberi pelayanan duapuluh empat jam pada
santri, hal ini memungkinkan ter-cover-nya kebutuhan pendidikan bagi
masyarakat. Berkumpulnya santri dan kyai dalam satu tempat memungkinkan adanya
pendidikan ketauladanan yang berlangsung efektif. Jika dibandingkan dengan
pendidikan formal yang dibatasi oleh ruang dan waktu, pondok pesantren memiliki
kekuatan penuh dalam mendidik. Ketauladanan kyai dalam pemecahan masalah
kehidupan bisa dilihat secara langsung oleh santri, sehingga pendidikan
karakter, pembekalan skill soaial berlangsung alami dan terus menerus.
Santri yang mayoritas pada usia labil tentunya akan mudah memperoleh idola yang
tepat dari sosok kyai. Seperti Nabi Muhammad ketika mendidik dengan suri
tauladan, begitupun ketika menyampaikan pendidikan dasar-dasar aqidah. Ternyata
ketauladanan inilah yang menjadikan umat Islam berjaya pada masa itu.
Pendidikan pesantren masih kental dengan itu, hal ini yang membedakan dengan
pola pendidikan lainnya. Kefiguran pendidik dikesampingkan.
Pada awalnya pondok pesantren adalah sebuah asrama pendidikan Islam
tradisional dimana siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan
seorang atau lebih guru yang dikenal dengan sebutan kyai. Materi pendidikan
pondok pesantren bermuara pada satu arah yaitu pengauasaan kitab kuning.
Kitab-kitab klasik ini terdiri dari nahwu, shorof, fiqh, ushul fiqh, hadist,
tafsir, tauhid, tasawuf,etika, tarikh dan balaghah. Materi ini menjadi menu
utama pondok pesantren yang ada di Indonesia, terutama pesantren salafi /
tradisional yang bertahan hingga sekarang. Pondok pesantren ini memiliki
spesialisasi tersendiri disesuaikan dengan ketrampilan keilmuan yang dikuasai
sang kyai. Misalnya ada pondok pesantren yang mendalami ilmu fiqh ataupun ilmu
kejadugan.
Ustad / kyai yang mengajar memiliki metode khusus. Metode bandungan
dan sorogan menjadi andalan utama dalam proses transfer ilmu. Hal ini dilakukan
sebab biasanya pondok pesantren memiliki banyak santri dengan satu atau dua
kyai / ustadz. Perbandingan jumlah santri yang besar menjadikan metode
bandungan menjadi solusi, agar materi tersampaikan pada setiap siswa meski
dengan satu/dua orang guru. Sorogan biasanya digunakan pada materi yang membutuhkan
hafalan. Sorogan ini dilayani oleh santri senior yang dipercaya oleh kyai untuk
menerima sorogan santri yuniornya. Metode bandungan bertahan pula di pendidikan
formal masa kini, hal ini membuktikan bahwa pondok pesantren memberi andil
dalam penentuan metode ajaran. Begitupun sorogan juga memberi warisan yang
diadopsi oleh dunia formal dengan istilah tutor sebaya.
Pondok pesantren tipe atas merupakan pondok pesantren zaman dahulu.
Pada era kini pondok pesantren mengalami perubahan yang signifikan seiring laju
perubahan masyarakat Indonesia. Materi-materi pendidikan yang dilayani juga
bertambah. Tidak hanya pembelajaran kitab kuning, kini banyak pondok pesantren
yang menawarkan keunggulan bahasa, tidak hanya bahasa arab tapi bahasa asing
lainnya. Selain itu banyak pondok pesantren yang membekali santri dengan
ketrampilan kehidupan, sehingga diharapkan santri ketika pulang dari pesantren
tidak hanya terampil memimpin tahlilan namun akan tampil menjadi pelopor
kemajuan ekonomi masyarakat secara luas. Jika dahulu pondok pesantren tertutup
dengan dunia luar, berbeda dengan pesantren kekinian yang justru memiliki
kerjasama dengan banyak pihak luar. Seperti halnya pondok pesantren Athohiriyah
di Purwokerto yang bekerjasama dengan STAIN dalam rangka mendidik agama
mahasiswa.
Terbukti hanya pondok pesantren yang mau berubah, yang akhirnya
mampu bertahan dan eksis hingga kini. Dari materi klasik menjadi ditambah
materi ketrampilan, dari tertutup menjadi terbuka dengan seluruh elemen maupun
lembaga masyarakat yang memiliki tujuan yang sama yaitu membangun bangsa
melalui pendidikan. Makalah ini akan memberikan informasi tentang perubahan pelayanan
pendidikan pondok pesantren, yang awalnya hanya terpaku pada kitab kuning yang
akhirnya berubah menjadi pondok pesantren yang ber-dunia formal serta
berteknologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pondok Pesantren
Pondok pesatren merupakan suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga
di Indonesia. Pondok pesatren terdiri atas dua kata yaitu pondok dan pesantren.
Kata pondok ( kamar,gubug,rumah kecil ) dipakai dalam bahasa Indonesia dengan
menekankan pada kesederhanaan bangunan. Kata pondok di mungkinkan berasal dari
bahas Arab funduq yang berartiruang tidur, wisma, hotel sederhana. [1]
Kata pesantren berasal dari kata santri, mendapat tambahan awalan “pe” dan
akhiran “an” yang menentukan tempat. Jadi pesantren berarti tempat para santri [2]. Pondok pesantren berarti bangunan sederhana
yang digunakan santri dalam proses pendidikan agama. Pengertian lain pondok
pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sekurang-kurangnya memiliki 3 (
tiga ) unsur yaitu kyai yang mendidik dan mengajar, santri yang belajar dan
masjid tempat mengaji. [3]Atau jika
lebih lengkapnya ditambah dua unsur lagi yaitu pondok dan pengajaran ilmu.
Kelima unsur ini yang membedakan lembaga pendidikan pesantren dengan lembaga
pendidikan yang lain yang ada di Indonesia. Pondok pesantren memiliki tujuan
sesuai dengan dalil : pendidikan dalam pesantren ditujukan untuk mempersiapkan
pimpinan-pimpinan akhlaq dan keagamaan. Diharapkan bahwa para santri akan
pulang ke masyarakat mereka sendiri untuk menjadi pemimpin yang tidak resmi
dari masyarakat. [4]
Sehinggga pendidikan ini lebih mengutamakan dan memetingkan pendidikan akhlaq
atau moral dalam bentuk kepribadian muslim, hal ini sesuai dengan konsep tujuan
utama pendidikan Islam.
Adapun
faktor-faktor yang menguntungkan perkembangan dan pertumbuhan Pondok Pesantren
yang membuat lembaga ini tetap bertahan di tengah-tengah masyarakat Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Agama Islam telah tersebar luas di
seluruh pelosok tanah air dan sarana yang paling populer untuk pembinaan kader
Islam dan mencetak Ulama’ adalah masjid dan Pondok Pesantren.
2.
Kedudukan para ulama’ dan kyai di
lingkungan kerajaan (awal Islam) berada dalam posisi kunci. Selain raja dan
sultan-sultan sendiri ahli agama, para penasehatnya adalah para kyai dan
ulama’. Oleh karena itu pembinaan Pondok Pesantren sangat mendapat perhatian
para sultan dan raja-raja Islam. Bahkan pendirian beberapa Pondok Pesantren
disponsori oleh Sultan dan raja-raja Islam.
3.
Usaha Belanda yang menjalankan
politik “belah bambu” diantara raja-raja Islam dan Ulama Islam semakin
mempertinggi semangat jihad umat Islam untuk melawan Belanda. Sehingga
dimana-mana terjadi pemberontakan yang dipelopori oleh raja-raja dan ulama
Indonesia, seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dan lain-lainnya.
4.
Faktor lain yang mendorong bertambah
pesatnya pertumbuhan Pondok Pesantren adalah adanya gairah agama yang tinggi
dan panggilan jiwa dari ulama’ dan kyai untuk melakukan da’wah.
5.
Semakin lancarnya hubungan antara
Indonesia dan Mekkah. Para pemuda Islam banyak yang bermukim di Mekkah dan
disana mereka memperdalam pengetahuan agama dari seorang ulama di Masjidil Haram [5].
Dalam pelaksanaanya sekarang ini,
Pondok Pesantren dapat digolongkan dalam dua bentuk yang penting: Pondok
Pesantren Salafiyah dan Pondok Pesantren khalafiyah. Menurut data tahun 2000
Pondok Pesantren Salafiyah berjumlah 7.462 (65.97 %) dari 11.312 Pondok
Pesantren seluruh Indonesia. Sedangkan yang Khalafiyah sebanyak 599 (5,30 %)
dan Pondok Pesantren yang mengombinasikan keduanya sebanyak 3.251 (28.74 %)[6].
B.
Pendidikan tipe lama Pondok Pesantren
Pendidikan pada tipe ini mengajarkan kitab-kitab klasik yang lebih dikenal
dengan kita kuning. Banyak ponpes pada tipe ini sudah menerapkan sistem
madarasah. Namun sistem madrasah ini hanya bertujuan untuk memudahkan sistem
sorogan. Klasikal dalam madrasah digunakan untuk memudahkan sistem bandungan
yang lazim dilakukan. Pada kelas tertentu dengan siswa yang banyak, guru hanya
satu, materi berbahasa Arab, siswa meliki kitabnya, maka metode yang
memungkinkan adalah bandungan. Sistem ini terbukti efektif mampu menciptakan
ulama yang handal. Pesantren masih tertutup dari perkembangan dan perubahan
sosial masyarakat. Materi dan metode pendidikannya belum mengalami perubahan.
Pondok pesantren memiliki 7 (tujuh) keunggulan, diantaranya doa kyai.
Hampir semua kyai dalam riyadlahnya selalu mendoakan seluruh santrinya, kyai
tidak hanya berdoa untuk kebaikkan anak kandung/keluarga saja. Bagi kyai santri
merupakan bagian dari kehidupannya. Ini yang membedakan antara kyai dan guru.
Adanya takror yang dikembangkan di pondok pesantren memberi peluang saling
tukar pemahaman antar santri (peserta didik). Hafalan serta ujian lisan juga
mewarnai proses pendidikan pesantren. Model lama pesantren mengandalkan hafalan
terlebih dahulu sebelem masuk fase pemahaman. Untuk mengukurnya digunakan
sistem cek-cekan yang diberlakukan bagi santri yang akan mengikuti
jenjang kitab berikutnya. Pengukuran penguasaan santri terhadap materi juga
berlaku pada pemahaman yang diukur dengan ujian lisan secara komprehensip
santri akan ditanya oleh ustad/kyai seputar kitab yang dipelajari. (lengkapnya
baca buku dari Tremas ke Harvard karya Prof.DR.KH. Yudian )
Ketradisionalan pendidikan ponpes yang ini ternyata mengilhami lembaga-lembaga
pendidikan di Indonesia dan barat. Sistem pembelajaran yang panjang yaitu
duapuluh empat jam dalam setiap hari banyak diadopsi oleh lembaga di luar
pesantren. Sistem pembelajaran diganti dengan istilah fullday school.
Hal ini membuktikan bahwa sistem pesantren ini memiliki banyak keunggulan
terutama pada pendidikan karakter yang sedang booming di Indonesia.
Selain diadopsi, pesantren banyak mengalami akulturasi dengan pendidikan di
luar pesantren. Hal ini menjadi sebuah keharusan karena perkembangan sosial
umat Islam. Umat Islam sekarang ini memerlukan berbagai jenis pengetahuan
formal untuk memenuhi kebutuhan sistem pekerjaan modern [7]. Tanpa
melepas identitas kepesantrenannya, pondok pesantren banyak yang mendirikan
lembaga pendidikan formal. Pondok pesantren inilah yang akan menjadi obyek
kajian pada makalah ini.
C.
Gejala-gejala Sosial Masyarakat
Masyarakat selalu mengalami perubahan. Dalam menunjang kehidupan di dunia
dan persiapan hidup di masa yang akan datang, masyarakat membekali diri dengan
banyak hal. Masyarakat cenderung berpikir praktis, instan dan efisien di segala
aspek kehidupan. Dari makanan sampai pemenuhan kebutuhan non materi semua
diformat seinstan mungkin. Hal ini berpengaruh besar pada perubahan gaya hidup
masyarakat.
Perubahan tersebut turut mempengaruhi tatanan sosial masyarakat Indonesia
yang berkembang dari tradisional menuju masyarakat modern. Perubahan tersebut
diantaranya pada bidang berikut yang ikut andil dalam penentuan format
pendidikan khususnya pondok pesantren.
1.
Politik
Indonesia memiliki sisitem politik yang demokrasi. Setiap warga negara
memiliki hak yang sama, yaitu hak memilih dan hak dipilih. Hal ini memungkinkan
setiap warga negara untuk mencalonkan diri menjadi politikus. Seorang politikus
bisa ditopang dari ketenaran, daya elektabilitas tinggi. Kyai yang menjadi
elemen penting pondok pesantren ini memiliki banyak peluang untuk terjun di
dunia politik. Bermodalkan ribuan santri beserta keluarganya akan mampu membuka
peluang semakin besar. Kyai terbukti memiliki daya elektabikitas yang cukup
untuk menjadi politisi. Karakter kyai yang begitu kuat di masyarakat
menempatkan kyai dalam posisi yang strategis dalam banyak hal.
Selain faktor keberuntungan tersebut ternyata kyai banyak yang terhambat
harapannya untuk menjadi politisi yaitu terkait dengan persyaratan admonistrasi
pencalonan. Persyaratan pendaftaran calon legislatif yang mempersyaratkan
pendidikan formal, menjadi penghalang bagi banyak kyai dalam dunia politik.
Kyai tradisional banyak yang memiliki kemampuan yang mumpuni, namun tidak
memiliki legalisasi. Kyai pada umumnya hanya mengikuti pendidikan di pesantren
saja. Bahkan beberapa kyai sama sekali tidak pernah mengenal pendidikan formal
(ada yang berpendapat haram).
Terutama pada pemilihan umum yang sebentar lagi akan dilaksanakan oleh
bangsa Indonesia, tepatnya di tahun 2014. Partai membutuhhkan calon legislatif
yang kena di hati rakyat, yang nanti akhirnya akan menambah jatah kursi
parlemen. Sosok kyai hampir selalu tidak hanya merakyat, namun kyai bahkan
menjadi panutan masyarakat dari kalangan elit sampai kalangan pailit. Semua
menempatkan kyai pada tempat yang lebih dibanding masyarakat biasa pada
umumnya. Pemilu 2014 yang sudah mulai terasa memanas prediksi saya akan berbeda
dengan pemilu 2009, yang kala itu sebelum pemilu berlangsung sudah ada partai
yang mendominasi hati masyarakat. 2014 belum ada partai yang dominan,elektabilitas
partai penguasa juga menurun. Nah, disinilah peran kyai untuk menaikkannya
(selain kyai biasanya parpol menggunakan artis).
Selain kursi parlemen pada pemilihan legislatif, sistem pemilihan kepala
daerah di Indonesia juga memberi peluang besar kepada para kyai untuk menduduki
jabatan kepala daerah seperti bupati/ walikota/ wakilnya maupun gubernur/wakil
gubernur. Tak sedikit politisi menggandeng kyai untuk mendulang suara
jamaahnya. Di Kabupaten Kebumen misalnya, KH. Moh.Nasirrudin mampu mendampingi
ibu Rustriningsih dalam pemilihan bupati yang akhirnya dimenangkannya. Bahkan
pada akhir periode, KH.Moh.Nasirrudin naik menjadi orang nomer satu di kota
beriman ini. Hal ini cukup membuktikan bahwa kyai bisa diterima oleh rakyat,
baik dalam kapasitasnya sebagai tokoh agama Islam, pengasuh pondok pesantren
maupun ketika kyai menjadi pemimpin daerah. Justru masyarakat banyak
mempercayakan pilihan politiknya kepada sosok kyai dibanding politisi.
Masyarakat menilai kyai lebih layak memimpin sebab taraf keilmuan yang dianggap
mumpuni, kyai memiliki jiwa kepemimpinan yang terbangun secara alamiah. Belum
lagi kyai memiliki pemahaman dan pengamalan agama yang kuat sehingga akan
terhindar dari penyakit sosial masyarakat seperti korupsi.
2.
Ekonomi
Laju perkembangan ekonomi Indonesia cukup pesat. Metronews menyebutkan
bahwa ada 2 juta orang baru Indonesia yang memiliki penghasilan 50 juta setiap
bulan. Naasnya mayoritas dari dua juta orang
itu bukan hasil dari dunia pesantren, namun hasil pendidikan formal. Mayoritas
mereka hadir dari kalangan pebisnis yang mempergunakan tekhnologi. Pendidikan
formal yang melatih jiwa enterpreneur menjadi pemasok utama bos dari
setiap bidang usaha. Keluaran pesantren masih berkutat dengan tahlilan dan
perselisihan furu’ , sehingga tidak sempat membina soft skill (baca:kecakapan
hidup). Alumni pesantren yang sangat banyak di Indonesia akhirnya sebagai
pemasuk buruh (level rendah). Selain itu
iklim usaha yang yang nyaman, menjadikan hasil yang maksimal. Dipermudahnya
investasi di banyak faktor memberi peluang yang cukup bagi para investor
(biasanya bukan santri) untuk melebarkan sayap usahanya.
Sebut saja x yang menjadi direktur 4 perusahaan kelahiran Bandung dalam
usia delapan belas tahun. Dia berhasil mengembangkan usahanya dari awalnya
coba-coba dengan satu usaha, akhirnya berhasil mengembangkan menjadi empat
perusahaan. Dimulai dari usaha sofabed yang digeluti selama empat bulan,
bertambah akhirnya memiliki tiga. Pada tahun kedua dia mulai menyebrangkan
usahanya pada pendidikan dengan membuka bimbingan belajar. Semua menjadi ladang
bisnis. Ternyata x bukanlah dari pesantren (sumber : kick n dy)
Data statistik tenaga kerja banyak dihiasi oleh kaum wanita. Bahkan media
massa pernah menyebutkan wanita lebih banyak yang bekerja dibanding kaum pria. Kaum
wanita bekerja sebagaimana laki-laki. Siang dan malam mereka bekerja sesuai
aturan perusahaan, nyaris tidak ada beda. Banyak diantara mereka yang menjadi
tulang punggung ekonomi keluarga. Bahkan yang mencengangkan ada yang menyebutkan
80% kaum laki-laki dinafkahi oleh istri. Tidak ketinggalan pula masyarakat
Wonosobo ikut terkena imbas dari gender pekerjaan. Banyak kaum wanita yang
bekerja berangkat pagi, pulang malam. Bahkan kendaraan yang dipakaipun sama,
yaitu truck. Mereka semua berdesak-desakkan dalam satu truk.
Disinilah pondok pesantren yang menjadi wadah mecari ilmu berbenah diri
agar mampu mengimbangi arah laju perekonomian Indonesia. Tata perekonomian yang
terbuka bagi setiap pelaku ekonomi memberi kebebasan masyarakat dalam memilih
pekerjaan. Jika zaman abad 18, pondok pesantren berkutat dengan ilmu akherat
seperti kajian kitab kuning dan mengharamkan ilmu-ilmu baru, maka pada era kini
pondok pesantren harus mampu menjawab tantangan zaman. Sehingga akan muncul
program-program pondok yang maju seiring perubahan tata ekonomi. Sehingga
santri di pesantren akan melakukan aktivitas ekonomi. Misalnya santri membuat
banyak aplikatif dari internet.
Masyarakat berharap besar terhadap pondok pesantren. Lahirnya generasi
muda, berprestasi dan mandiri. Tidak hanya penguasaan kitab kuning, santri
diharapkan memiliki kemampuan akademik yang baik, berprestasi sehingga mereka
akan siap menjadi pengusaha, peneliti dan pemimpin masa depan Indonesia [8].
Untuk menyiapkan santri, pondok pesantren bisa kerja sama dengan berbagai
pihak, seperti yang dilakukan lembaga pendidikan Ma’arif DIY. Lembaga ini
bekerja sama dengan telkom dengan menendatangani nota kesepahaman perihal
penerapan internet Indonesia di lingkungan koordinasi lembaga pendidikan
ma’arif DIY [9].
Kerjasama seperti ini penting dilakukan terutama di dunia pendidikan, tidak
terkecuali pondok pesantren.
3.
Budaya
Persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dalam seluruh aspek kehidupan
membuka peluang bagi para wanita untuk berkompetisi dalam dunia kerja. Sifat
ulet dan tekun wanita menjadikan wanita banyak diminati terutama di dunia
usaha. Hal ini menciptakan banyaknya wanita karir yang otomatis harus keluar
rumah untuk bekerja. Tugas utama wanita dalam perannya sebagai ibu, al ummi
madrasatu ‘ula menjadi terbengkelai. Banyak ibu yang mengandalkan lembaga
pendidikan tertentu sebagai pengganti perannya. Nah, disinilah pendidikan fulldayschooll
yang diadopsi dari pesantren muncul memberi solusi. Sehingga ketika ibu
bekerja, anak berada pada tempat yang tepat, yaitu sekolah.
Anak merupakan amanah dari Ilahi. Masa anak-anak merupakan fase terpenting
dalam perjalanan hidup manusia. Banyak ahli yang menyebut pada tiga tahun
pertama kehidupan manusia adalah The Golden Age. Pada masa inilah anak
mulai belajar mengenal dunia. Allah swt membekali si anak dengan spons memori
yang akan menyerap segala informasi yang datang.
Islam memberi perhatian pada anak tidak hanya ketika si anak sudah lahir.
Dalam hadis Nabi disebutkan, carilah ilmu dari kandungan sampai liang lahat.
Disinilah peran pendidikan seorang ibu yang dimulai sejak masa kandungan.
Seperti pengalaman Ibu Ida S Widayanti ini yang sejak kehamilannya selalu
semangat belajar tentang pendidikan anak. Setiap mau tidur ditemani buku dan
Alqu’an, serta menyukai buku motivasi terutama yang bertemakan ikhlas. Ibu ini
hanya mengisi pikirannya dengan hal-hal positif [10].
Ternyata Allah memudahkan dari proses kelahiran hingga 4 tahun perkembangan
karakternya terbangun dengan nyata.
Saat ini masarakat dan bangsa Indonesia semakin menyadari pentingnya
pendidikan yang mengarah pada pola karakter anak. Meski istilah karakter
berasal dari bahas Yunani, menurut beberapa literatur pengertiannya sama dengan
akhlaq yaitu kebiasaan, peringai dan tabiat. Waktu yang terbaik dimulai sejak
dini dan terkontrol perkembangannya.
Pondok pesantren selain mendidik dasar-dasar keagamaan, juga menanamkan
nilai-nilai akhlaq melalaui kajian kitab kuning. Banyak kitab yang membahas
pentingnya akhlaq. Selain mengaji, disinilah letak keunggulan pesantren yaitu uswatun
khasanah yang diperankan kyai ataupun santri-santri senior yang berlangsung
selama duapuluh empat jam. Hal ini berarti perkembangan karakter santri
terkontrol.
4.
Kejahatan Mengancam Anak
“jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ai akan belajar
keadilan”. Menjadi ironi, anak sebagai amanat Allah swt kemudian disia-siakan
dengan perlakuan yang kasar / tidak sesuai. Masa anak-anak sampai remaja
merupakan masa keemasan pada proses kehidupan manusia, baik dari segi
perkembangan pikiran sampai kesehatan. Masa ini berperan besar dalam
pembangunan manusia yang kokoh.
Sebagai aktivis, Latifah Iskandar mengungkapkan keprihatinan serta
kepedulian terhadap anak, nuraninya sangat tersentuh dengan terus meningkatnya
kekerasan anak termasuk kekerasan seksual [11].
Menurutnya kekerasan seksual pada anak adalah ancaman yang merusak semua
kehidupan anak, karena ada trauma disana. Dan membuak anak-anak seakan tidak
punya lagi kehidupan masa depan. Artinya daya hancur kejahatan ini sangat luar
biasa. Tragisnya data selalu menunjukkan antara pelaku dan korban memiliki
kedekatan, entah lokasi tinggal ataupu kekerabatan.bahkan pada tahun 2013 ini
sudah ada 12 kasus ayah memperkosa anak kandungnya sendiri. Perlu dipahami
korban kekerasan anak tidak hanya perempuan. Tidak sedikit laki-laki yang
menjadi korban.
Penyebabnya banyak hal. “Kemiskinan” adalah kunci. Kemisikinan disini
diartikan tidak hanya kepapaan harta, tapi miski ilmu, miskin pengetahuan,
miskin informasi maupun miskin moral. Penelitian membuktikan pornografi itu
adiktif, membuat kecanduan, seperti narkoba. Hal ini diperparah dengan lemahnya
hukum yang diberlakukan bagi si pemerkosa. Pelaku hanya dihukum singkat. Maka
wajar KPAI pernah melayangka protes keras ke komisi Yudisial ketika ada guru di
suatu daerah yang menjadi pelaku pemerkosaan hanya dihukum 3 tahun [12]
Pemerintah harusnya hadir dengan membangun sistem perlindungan anak.
Bersama-sama menghadirkan lingkungan yang ramah bagi anak. Semua dimulai dari
rumah, sekolah dan lingkungan yang nyaman untuk menunjang pembangunan
pendidikan dan moral anak, pondok pesantren misalnya. Pondok pesantren dengan
suasana relijiusnya, menurut penulis merupakan tempat yang tepat untuk menjaga
anak dari kejahatan yang mengancamnya. Selain itu pondok pesantren juga
mencetak moral anak sebagaimana seharusnya. Pesantren dengan jadwal ketat,
lingkungan tertutup dari luar, penanaman etika Islami yang kuat memberi harapan
pada tersiapkannya generasi masa depan yang kuat.
5. Aliran-aliran Agama
yang menyesatkan
Agama sebagai pedoman hidup manusia digunakan untuk memahami dirinya dan
lingkungannya yang merupakan dasar utama kebudayaan, sehingga manusia tidak
bisa lepas dari agama. Pemerintah menjamin pelaksanaan ibadah setiap warganya.
Undang-undang dasar 1945 memberi penjelasan kebebasan beragama pada pasal 29.
Selain kebebasan, negara juga mengatur sedemikian rupa agar pelaksanaan ibadah
tidak sia-sia. Pemerintah pada masa lalu memberi batasan atau bahkan melarang
berbagai agama yang dianggap mengganggu laju pembangunan.
Berbeda dengan era reformasi, masa dimana kebebasan masyarakat dilindungi
sehingga beberapa golongan yang pada masa prareformasi dibatasi geraknya, kini
ibarat burung yang lepas dari sangkarnya. Mereka berani mengekspresikan
dirinya. Fenomena menarik era reformasi ini adalah munculnya kembali berbagai
kelompok dan aliran keagamaan yang pada masa orde baru tidak berani menampakkan
dirinya. Diantara agama yang pada masa lalu dilarang oleh pemerintah, sekarang
menunjukkan eksistensinya kembali adalah agama Bahai di Tulungagung yang
menuntut perlakuan sama oleh pemerintah seperti agama lainnya[13]. Selain
itu juga muncul aliran-aliran lain yang juga banyak pengikutnya. Seperti Syiah,
Majelis Tafsir Alquran dst. Aliran keagamaan ini banyak yang beranggapan sesat
atau tidak sesuai dengan Agama yang sesungguhnya.
Pesatnya perkembanga aliran keagamaan ini memicu keresahan masyarakat luas.
Dikhawatirkan muncul permasalahan sosial keagamaan yang merupakan permasalahan
yang timbul di masyarakat sebagai akibat dari perubahan dan keadaan yang
mengakibatkan gangguan atau kendala baik langsung maupun tidak langsung [14]. Untuk
membentengi generasi muda banyak orang tua yang mengandalkan pondok pesantren
sebagai benteng utama dalam mempertahankan aqidah Islam yang benar. Sudah
sewajarnya hal semacam ini juga turut memperkokoh kedudukan pondok pesantren di
mata masyarakat.
Selain pondok pesantren sebagai
lembaga, dakwah yang dilakukan oleh kyai juga mampu memberi pencerahan bagi
masyarakat. Kyai pada umumnya berperan sebagai orang tua yang dalam dakwahnya
tidak memukul aliran keagamaan yang sesat, namun biasanya kyai akan merangkul
dengan menghargai aliran itu. Pendekatan persuasif ini ternyata mampu
mengendalikan laju pertumbuhan aliran-aliran baru yang tidak sesuai.
D.
Pondok Pesantren Tipe Baru
Gejala-gejala sosial masyarakat mempengaruhi pola pendidikan pesantren.
Kebutuhan masyarakat yang terus berkembang mengharuskan perubahan pondok
pesantren. Ketika pada abad 19, masyarakat cukup dengan ulama, maka berbeda
pada era kini. Masyarakat butuh tidak hanya sosok ulama, namun mereka butuh ahli ekonomi, ahli politik dan banyak ahli
yang akhirnya mampu menunjang kehidupannya. Seiring dengan itu, pondok
pesantren tipe baru muncul. Tipe baru yaitu mendirikan sekolah-sekolah umum dan
madrasah-madrasah yang mayoritas mata pelajaran yang dikembangkan bukan
kitab-kitab klasik . sekolah umum ini melengkapi dunia pesantren yang dinamis.
Seperti halnya di Tebuireng,pendidikan umum tidak menimbulkan gangguan terhadap
usaha pesantren dalam memelihara doktrin-doktrin Islam tradisional.
Dewasa ini Pondok Pesantren
mengemban beberapa peran, utamanya sebagai lembaga pendidikan. Jika ada lembaga
pendidikan islam yang sekaligus juga memainkan peran sebagai lembaga bimbingan
keagamaan, keilmuan, kepelatihan, pengembangan masyarakat dan sekaligus menjadi
simpul budaya, maka itulah Pondok Pesantren.
Pada
umumnya Pondok Pesantren dewasa ini juga mengikuti sistem klasik atau sistem
madrasah, tetapi juga tidak melepaskan sistem aslinya (bandongan, wetonan dan
sorongan). Sehingga Pondok Pesantren seakan-akan merupakan jenis perguruan
agama Islam baru yang terdiri dari beberapa unit, seperti berikut :
a.
Pondok Pesantren dengan sistem
khasnya
b.
Pendidikan Raudlatul Athfal (TK)
c.
Madrasah dengan tingkatannya :
1.
Ibtidaiyah (dasar)
2.
Tsanawiyah (menengah tingkat
pertama)
3.
Aliyah (Menengah tingkat keatas)
d.
Madrasah diniyah yang meliputi :
1. Awwaliyah
2. Wusto
3. Ulya
e. Perguruan Tinggi
1. Sekolah Tinggi bercirikan Islam
2. Universitas Islam (membuka
fakultas umum)
e.
Takhas-shush (kejuruan) meliputi :
1. Tanfidzul Qur’an bil ghoib/bin
nadzor
2. Jahit menjahit (keputrian)
3. Pertukangan
Masyarakat membutuhkan selain ilmu
agama, kecakapan hidup juga formalitas seperti ijazah. Diharapkan proses
pendidikan pesantren (seperti disebutkan di atas dengan berbagai unitnya) mampu
menciptakan manusia yang siap, kuat dan mandiri. Sehingga akan terbina prinsip
dasar kemasyarakatan dalam Islam yaitu diakui adanya persamaan, kemerdekaan
(agama, politik, ekonomi dan persaudaraan)[16]
.
Dari pendidikan pesantren terbaru
yang mendialogkan antara pendidikan agama dengan pendidikan formal (yang diakui
pemerintah) serta membekali dengan ketrampilan akan mengarahkan seluruh santri
ketika berkarya tidak berorientasi pada materi semata melainkan ada ruh
pengabdian khas pondok pesantren. Pengabdian yang didasari dengan etika dan
akhlaq. Hasil dari pendidikan ini membuka peluang selebar-lebarnya bagi santri
untuk memilih pekerjaan sesuai cita-citanya tanpa ada halangan. Dan apapun
profesi santri akan selalu dilandasi akan kesadaran beragama yang akan menjadi
pengendali setiap tindakannya. singkatnya ketika alumni menjadi politisi maka
akan memiliki jiwa politikus,ketabahan hati,moral politik dan keimanan yang
bulat.
Hasil pola pendidikan pesantren yang
nyata ada pada tokoh Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi yang dalam beberapa
survei dinobatkan menjadi manusia paling berkualitas. Lepas dari kepesantrenan
yang lama, namun tokoh nasional ini cukup mewakili keberhasilan pondok
pesantren dalam medidik santri agar menjadi manusia unggul. Meski digulirkan
banyak isu miring, namun jiwa kepesantrenan tetap terjaga. Karir Mahfud MD ini berawal dari dosen di
perguruan tinggi swasta di Jombang yang dibawa oleh Presiden Abdurrahman Wahid
ke Jakarta untuk dijadikan meteri pertahanan. Meski awalnya menolak, namun atas
ketawadukannya terhadap kyai akhirnya menerima.
Pada sisi lain Gusdur ( gus adalah
sebutan bagi anak laki-laki kyai) berhasil memimpin negara kita tercinta. Dalam
kepemimpinannya Gusdur tidak lepas dari pola pesantren. Seperti dikatakan
Gusdur dalam acara talkshow sebuah TV swasta, Gusdur mengatakan bahwa
majunya Beliau dalam pamilihan presiden karena diminta oleh lima orang kyai.
Dalam menjalankan pemerintahannya Gusdur banyak memberi warna positif. Meski
banyak kontroversial, namun terbukti bahwa Gusdarlah satu-satunya presiden RI
yang tidak pernah korupsi. Begitupun para menteri. Inilah hasil dari didikan
tradisional pesantren,dikuatkan karakter Islamnya juga dikolaborasi dengan
berbagai ilmu umum (di luar agama) yang berlegalisasi. Pondok pesantren
memiliki kekuatan penuh mencetak generasi pembangun bangsa. Kesempatan seperti
ini tidak mungkin akan hadir tanpa ada transformasi perubahan pesantren yang
tadinya tradisional dengan berbagai ilmu agama murni tanpa ada pendidikan
formal.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Syukur,Pengantar Study Islam,Semarang:PT.Purtaka Rizki
Putra,2010
Blog.Shared- Sejarah
Pondok Pesantren, diakses senin,5 Maret 2013
ElBuquri,Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren,www.elbuquri.shared,
diakses 3 Maret 2013
Ida S.Widayanti,Medidik Karakter Dengan Karakter,Jakarta:PT
Arga Tilanta,2012
Kedaulatan Rakyat,Edisi
Sabtu Pahing, 29 Desember 2012
Kompas,Edisi Senin,4
Maret 2013, (Suplemen Bidikmisi)
M. Arifin,kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),Jakarta:Bumi
Aksara,1991
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial,Jakarta:P3M,1986
Nuhrison M.Nuh,Aliran-aliran Keagamaan Aktul di Indonesia,Jakarta:Maloho
Jaya Abadi Press,2010
Puerbakawatja,Ensiklopedia Pendidikan,Cet
III.,Jakarta:Gunung Agung,1982
Sudjoko Prasojdo, Profil Pesantren,Jakarta;LP3ES,1974
Zamakhsari Dhofier,Tradisi Pesantren,Jakarta:LP3ES,2001
[1] Sudjoko Prasojdo, Profil Pesantren,(Jakarta;LP3ES,1974),hal.74.
[2] Puerbakawatja,Ensiklopedia Pendidikan,Cet III.,(Jakarta:Gunung
Agung,1982),hal.233
[3] M. Arifin,kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum),(Jakarta:Bumi
Aksara,1991),hal.247-248.
[4] Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial,(Jakarta:P3M,1986),hal.158.
[5] Blog.Shared- Sejarah Pondok Pesantren, diakses senin,5 Maret
2013
[6] Ibid
[7] Zamakhsari Dhofier,Tradisi Pesantren,(Jakarta:LP3ES,2001),Hal.77
[8] Kompas,Edisi Senin,4 Maret 2013, Hal C (Suplemen Bidikmisi)
[9] Kedaulatan Rakyat,Edisi Sabtu Pahing, 29 Desember 2012, Hal 29
[10] Ida S.Widayanti,Medidik Karakter Dengan Karakter,(Jakarta:PT
Arga Tilanta,2012),Hal.xiiii
[11] Ibid, Edisi Sabtu
Kliwon,2 Maret 2013, Hal.19
[12] Ibid
[13] Nuhrison M.Nuh,Aliran-aliran Keagamaan Aktul di Indonesia,(Jakarta:Maloho
Jaya Abadi Press,2010),Hal.1
[14] Ibid, Aliran...,Hal.15
[15] ElBuquri,Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren,(www.elbuquri.shared),Hal.12
[16]Amin Syukur,Pengantar Study Islam,(Semarang:PT.Purtaka Rizki
Putra,2010),Hal 126
0 komentar:
Posting Komentar