Pages

Senin, 30 Maret 2015

PERADABAN DAN PEMIKIRAN POLITIK KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB


Oleh: Siti Halimatus Sa'diyah,M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap kepemimpinan tentunya memiliki kebijakan-kebijakan yang berbeda baik sebelumnya atau sesudahnya. Karakter dan sikap menentukan dalam memimpin sebuah wilayah. Umar bin Khattab seorang khalifah setelah Abu Bakar adalah pemimpin yang tegas dan pejuang Islam.
Ketokohan seseorang mempengaruhi cara berfikirnya masyarakat. Ketokohan Umar bin Khattab adalah salah satu contohnya. Orang yang ditakuti oleh suku Quraisy karena keberaniannya. Mempunyai banyak pengikut. Tatkala Khalifah Umar bin Khattab masuk Islam, orang Quraisy tidak ada yang berani melarangnya atau melawannya. Namun dibalik itu semua, saat beliau ditunjuk menjadi Khalifah setelah Abu Bakar, ia memimpin dengan adil, bijaksana, tegas dan sangat disegani.
Ada dua sahabat Rasulullah SAW yang mempunyai karakter berlawanan namun terjalin persahabatan yang kuat dan keduanya menjadi pengawal Islam dalam hidupnya, yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Rasulullah SAW memuji Abu Bakar karena diberi anugerah kelembutan hati dan bijaksana seperti Nabi Ibrahim AS, sedangkan Umar bin Khattab diberi sifat keras, cerdas dan tegas sebagaimana Nabi Musa AS. Pemakalah dalam tulisan ini akan menguraikan tentang keistimewaan Umar bin Khattab dengan tidak bermaksud mengecilkan sahabat yang lain.
Makalah ini merupakan upaya untuk menyajikan fakta sejarah Umar bin Khattab dalam kiprahnya membangun peradaban umat Islam. Pemakalah tidak hanya membatasi pembahasan pada pemikiran sosial dan peradaban sebagai hasil kebijakan politik dan sosial yang mereka lakukan. Penulis akan memaparkan hasil ijtihad Khalifah Umar bin Khattab dalam bidang hukum pidana, perdata atau hukum keluarga, sebagai salah satu bukti kecemerlangan pemikiran Umar bin Khattab. Hal ini penting untuk pembahasan lebih fokus pada pemikiran dan peradaban masa Khalifah Umar bin Khattab.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Biografi Umar bin Khattab
Umar ibn Al Khattab (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.[1]Beliau dilahirkan di Makkah dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang Fijar atau tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW. Ia dipanggil dengan gelar Abu Hafs, dan setelah masuk Islam ia menerima gelar al-Faruq, karena kepribadian yang menonjol darinya adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan.
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk diantara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh dan penentang Nabi Muhammad SAW, yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat besar keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad dan pengikutnya. Dia sering menyebar fitnah dan menuduh Nabi Muhammad sebagai penyair tukang tenun.[2] Setelah Umar masuk agama Islam, pada bulan Dzulhijjah enam tahun setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaannya sebelumnya. Dia berubah menjadi salah seorang yang gigih dan setia membela agama Islam. Bahkan, dia termasuk seorang sahabat yang terkemuka dan paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW.[3]
Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW. Kebesarannya terletak pada keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana maupun sebagai mujtahid  yang ahli dalam membangun negara besar yang ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak hal, Umar bin Khattab dikenal sebagai tokoh yang bijaksana dan kreatif, bahkan jenius.

B.     Ke-Islaman dan pengangkatan Khalifah Umar bin Khattab
Ke-Islaman Umar bin Khattab pada bulan Dzulhijjah tahun keenam dari nubuwah, tepatnya tiga hari setelah ke-Islaman Hamzah bin Abdul Muthalib. Sebelum itu Nabi Muhammad SAW telah berdoa kepada Allah untuk ke-Islamannya. At Thabrany dari Ibnu Mas’ud dan Anas, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda dalam doanya :”Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling engkau cintai, dengan Umar bin Khattab atau dengan Abu Jahal bin Hisyam.” Ternyata orang yang paling dicintai Allah adalah Umar bin Khattab Radhiyallahu Anhu.[4]
Umar bin Khattab sebelum masuk Islam dikenal sebagai orang yang menjaga kehormatan dirinya dan memiliki watak yang temperamental.[5] Setiap kali dia berpapasan dengan orang-orang Muslim, pasti beliau menimpakan berbagai macam siksaan. Yang pasti, didalamnya hatinya bergolak berbagai perasaan yang sebenarnya saling bertentangan. Penghormatannya terhadap tradisi-tradisi leluhur, kebebasan menenggak minuman keras hingga mabuk dan bercanda ria, bercampur baur dengan ketakjubannya terhadap ketabahan dan kesabaran orang-orang Muslim dalam menghadapi cobaan dalam rangka mempertahankan akidahnya. Umar dalam hal ini benar-benar bingung antara menentangnya atau mengikuti hatinya untuk masuk Islam.
Sejarah masuknya Umar bin Khattab ke agama Islam secara lengkap ditulis di bukuSirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfury hal. 138-147. Menceritakan tatkala Umar bin Khattab mau membunuh Nabi Muhammad di tengah jalan bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah An Nahham Al Adwy. Nu’aim memberitahukan kabar yang membuat Umar tercengang, yaitu saudari Umar dan adik ipar juga telah keluar agama yang telah Umar peluk. Saat itu juga Umar menuju rumah adiknya perempuan dan iparnya, yang saat itu ada Khabbab bin Al Art, mendengar kedatangan Umar, Khabbab sembunyi dibelakang. Umar mendengar suara bacaan Khabbab di hadapan adik dan iparnya. Dari situlah hati Umar semakin marah mendengar adiknya pindah agama. Dengan bacaan surat Thaha yang dibaca Fatimah, Umar kemudian menghadap Rasulullah lalu bersyahadat didepan Rasulullah.
Pengangkatan Umar bin Khattab menjadi khalifah terjadi ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al Mu’minin (komandan orang-orang yang beriman).[6]
Penunjukan secara langsung oleh Abu Bakar merupakan hal yang wajar untuk dilakukan. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk Umar menjadi Khalifah :
1.      Kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan  di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret umat Islam ke jurang perpecahan akan terulang kembali, bila ia tidak menunjuk seorang yang menggantikannya.
2.      Kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah.
3.      Umat Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang. Sementara sebagian pasukan mujahidin bertempur diluar kota Madinah melawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi dipihak lain.
Berangkat dari kondisi politik yang demikian, tampaknya tidak menguntungkan apabila pemilihan khalifah diserahkan sepenuhnya kepada umat secara langsung. Jika alternatif ini dipilih, besar kemungkinan akan timbul kontroversi berkepanjangan di kalangan umat Islam tentang siapa yang lebih proposional menggantikan Abu Bakar. Kondisi demikian jelas akan melahirkan instabilitas politik yang akan membahayakan umat dan negara, mengingat bukan hal mustahil akan terjadi perang saudara dan kevakuman pimpinan.
Proses penunjukkan langsung tidak asal main tunjuk oleh Abu Bakar, melainkan penunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan pada persetujuan umat. Abu Bakar dalam menunjuk sebagai pengganti tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan beberapa orang sahabat senior, antara lain Abdul Rahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Azis bin Hadhir,seorang tokoh Anshor. Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas pilihannya pada Umar secara objektif. Setelah itu, hasil konsultasi dengan beberapa orang sahabat senior itu masih ditawarkan kepada kaum muslimin yang sedang berkumpul di Masjid Nabawi. “Apakah rela menerima orang yang dicalonkan sebagai penggantinya?”. Dalam pertemuan tersebut kaum muslimin menerima dan menyetujui orang yang telah dicalonkan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar mendapat persetujuan kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan teks pengangkatan Umar.[7]
Begitulah sekilas pengangkatan Umar bin Khattab, menurut pemakalah apa yang dilakukan Abu Bakar dalam suksesi kepemimpinan di negara Madinah adalah langkah yang tepat, dan apa yang dilakukannya merupakan implementasi dari prinsip musyawarah.

C.    Pemikiran-pemikiran Umar bin Khattab
Banyak pandangan dan kebijakan Umar yang keluar dari rel mainstream pemikiran umat Islam saat menjabat sebagai khalifah dengan gelar amirul mukminin. Pertimbangan-pertimbangan maslahah ini selalu mewarnai kebijakan-kebijakan Umar baik itu menyangkut kebijakan politik maupun dalam bidang hukum. Terkenal sebagai pribadi yang pemberani, keputusan-keputusan Umar banyak menuai kontroversi, karena keputusannya seringkali berbeda untuk tidak menyebut menyalahi aturan-aturan yang sudah dianggap baku oleh Ummat Islam kebanyakan. Keluar dari jalur biasanya, bukan berarti menunjukkan bahwa Umar arogan dalam memutuskan segala sesuatu.
Umar melihat setiap persoalan tidak hanya melalui atau mempertimbangkan satu aspek, namun beliau mempertimbangkan banyak aspek dan mencoba melihat segala sesuatu secara holistic komprehensif. Oleh sebab itu, memperbincangkan Umar bin Khattab memang tidak ada habisnya. Selalu saja ditemukan sesuatu yang menarik dari sosok Umar untuk ditelaah kembali dan dikontekskan dengan situasi saat sekarang ini. Umar merupakan sosok pribadi yang tidak hanya dikenal sholeh, namun juga memiliki intelektual yang cemerlang. Hal ini diperkuat dengan daya nalar dan kekuatan ijtihadnya dalam menyikapi dalam memutuskan berbagai persoalan. Dalam diri Umar, kita dapat memahami betapa pentingnya melakukan upaya kontekstualisasi dalam memahami ajaran agama yang menitikberatkan pada aspek maslahah.
1.      Pengumpulan Al Quran dalam bentuk kodifikasi (pembukuan)
Pada masa Abu Bakar pula, Umar bin Khattab mengusulkan agar AlQur’an dikumpulkan dalam bentuk mushaf, mengingat telah banyak para sahabat yang huffadz AlQur’an meninggal dalam peperangan. Pada mulanya Abu Bakar menolak, mengingat hal itu tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah. Dalam hal itu Umar berpendirian bahwa merupakan suatu kebaikan bagi kepentingan umat Islam dan umat mukminin. Pada mulanya Abu Bakar ragu atas usulan Umar bin Khattab, sebab ini merupakan suatu pekerjaan yang belum pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi,atas pandangan dan pertimbangan-perimbangan yang diberikan Umar sehingga terbukalah hati Khalifah Abu Bakar menerima usulan yang baik itu.[8]        

2.      Ekspedisi
Hal pertama yang dilakukan Umar menjadi khalifah adalah meneruskan ekspedisi pendahulunya (Abu Bakar ash-Shiddiq) ke berbagai daerah yang berpotensi mengancam eksistensi Muslimin. Penaklukkan yang dilakukan berhasil mengambil alih kekuasaan Roma Timur (Byzantum) yang meliputi bagian barat Asia dan pesisir utara Afrika, kemudian wilayah imperium Persia sampai perbatasan Asia Tengah. Ekspedisi tersebut mencapai keberhasilan dengan menjadikan daerah tersebut menjadi bagian wilayah Islam dan mendapat perlindungan Islam, sehingga daerah kekuasaan semakin meluas. Ekspedisi Islam membawa misi untuk penyebaran Islam dengan persaudaraan dan persamaan, pembayaran pajak atau jizyah, sehingga Tuhan menentukan di antara kita.
Dalam konstelasi sosial politik dan keagamaan, khalifah Umar memperoleh hasil yang cukup gemilang yaitu Islam tersebar ke Mesir, Palestina, Suriah, Irak dan Persia. Keberhasilan dakwah ini sekaligus merupakan keberhasilan penataan kebudayaan Islam dan perluasan teritorial  Islam sejak Umar bin Khattab mencanangkan program ekspansi (futuhat).
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Umar terkenal memiliki mental mujtahid (menggunakan nalar)  untuk membangun peradaban dan syi’ar Islam. Umar sosok yang memimpin dengan logika yang sangat progresif dan telah meletakkan fondasi dasar pemerintahan Islam yang sangat luas.[9]

3.      Bidang Peradilan
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola administratif pemerintahan, peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang sebagai berikut:
a.         Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukanlembagaperadilan di tengah-tengahmasyarakatsuatu Negara hukumnyawajib (sangaturgen) dansunnah yang harusdiikuti.
b.         Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
Pahamipersoalansuatukasusgugatan yang diajukankepadaanda, danambillahkeputusansetelahjelaspersoalanmana yang benardanmana yang salah.Karenasesungguhnya, suatukebenaran yang tidakmemperolehperhatian hakim akanmenjadisia-sia.
c.         Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlaku adillah.
Dudukkankeduabelahpihak di majelissecarasama, pandanganmerekaadalahpandangan yang sama, agar orang yang terhormattidakmelecehkananda, dan orang lemahtidakmerasateraniaya.
d.        Kewajiban pembuktian
Penggugatwajibmembuktikangugatannya, dantergugatwajibmembuktikanbantahannya.
e.         Lembaga damai
Penyelesaianperkarasecaradamaidibenarkan, sepanjangtidakmenghalalkan yang haram danmengharamkan yang halal.
f.          Penundaan persidangan.
Barangsiapamenyatakanadasuatuhal yang tidakada di tempatnyaatausesuatuketerangan, berilah tempo kepadanyauntukdilaluinya.Kemudian, jikadia memberiketerangan, hendaklahandamemberikankepadanyahaknya.Jikadiatidakmampumemberikan yang demikianitulebihmantabbagikeudzurannya (takadajalanbaginyauntukmengatakaninidanitulagi) danlebihmenampakkanapa yang tersembunyi.
g.         Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal.
Janganlah anda dihalangi oleh suatu putusan yang telah anda putuskan pada hari ini, kemudian anda tinjau kembali putusan itu lalu anda ditunjuk pada kebenaran untuk kembali pada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali kepada yanghak, lebih baik daripada terus bergelimang dalam kebatilan.
h.         Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis.
Apabila hukum suatu perkara kurang jelas dalam Al Qur’an dan Hadits, kemudian bandingkanlah permasalahan tersebut satu sama lain dan ketahuilah hukum serupa, kemudian ambillah mana yang lebih mirip dengan kebenaran.
i.           Orang Islam haruslah berlaku adil
Orang Islam dengan orang Islam lainnya haruslah adil.
j.           Larangan bersidang ketika sedang emosional[10]
Jauhilah diri anda marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang dan berlaku kasar terhadap para pihak. Karena kebenaran itu harus berada di dalam jiwa yang tenang dan niat yang bersih.
Secara praktis, Umar bin Khattab yang menjadi rujukan berbagai buku hukum Islam ataupun hukum murni. Kisah yang menarik dimana saat Khalifah Umar bin Khattab menjadi Hakim menghadapi pengaduan seorang perempuan yang telah diperkosa oleh pemuda. Dengan membawa saksi-saki, dan bukti-bukti, yakni dengan menunjukkan tempat tertentu dari pakaiannya yang basah dan bagian tertentu dari anggota badannya. Tetapi pemuda dengan  nada mohon dikasihani menyangkal perbuatan yang dituduhkan atas dirinya. Dalam pertimbangan perkara ini, Khalifah Umar selaku hakim yang bijaksana melakukan dua hal penting yang patut mendapat perhatian dan menjadi perlajaran berharga para hakim di sepanjang zaman. Kedua hal penting tersebut adalah :
1.         Beliau sekalipun dikenal sebagai orang keras dan tegas menghadapi setiap pelanggaran hukum Allah, dan orang-orang jahat, namun beliau mampu menguasai dan mengendalikan diri untuk tidak terburu-buru menjatuhkan suatu keputusan (vonis).
2.         Beliau memanfaatkan tenaga ahli/penasehat ahli dalam hal ini sahabat Nabi yang terkenal dengan gelarnya Babul-Ilm, yaitu Ali bin Abi Thalib.R.A.
Upaya yang dilakukan oleh Umar meminta bantuan dari Ali R.A. adalah apa yang dinamakan sekarang tahlil unshuril-jarimah  (menganalisis unsur kejahatan sendiri), seperti pemeriksaan darah, sidik jari, dan sebagainya dalam peristiwa pembunuhan misalnya. Umar menitik beratkan pada bahan bukti yang diajukan oleh pendakwa (wanita yang menuduh). Tempat yang basah dari kain itu disiram dengan air panas yang mendidih begitu rupa dan ternyata di tempat yang disiramtersebuttampaksuatuunsur yang putih, yaituputihtelur yang tidakmelelehbersama-sama air panas. Khalifah Umar memberikanperingatankeraskepadawanitatersebut yang akhirnyamengakuiterusterangsegalaperbuatannya yang tidakbenar, danpemuda yang tidakberdosa (bersalah) itu, berkatkecerdasanhakimnya, dapatbebasdarisegalatuduhan.

4.      Memperbarui Organisasi Pemerintahan
Sebagaimana Rasulullah SAW dan Abu Bakar, Umar juga sangat memberi perhatian pada jiwa demokrasi baik dalam kalangan rakyat pemerintahan. Umar selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh baik dari Anshar, Muhajirin dengan rakyat dan para administrator Negara untuk memecahkan masalah-masalah umum dan kenegaraan. Dia sendiri pernah mengucapkan bahwa “tidak ada kebaikan pada suatu urusan yang diputuskan tidak berdasarkan musyawarah”. Pada kesempatan lain Umar mengatakan tidak ada pemerintahan tanpa musyawarah. Hal ini menunjukkan bahwa Umar bukanlah orang yang otoriter dalam memutuskan segala sesuatu terutama yang berkaitan atau menyangkut kepentingan orang banyak. Musyawarah selalu dikedepankan untuk mencapai kata mufakat.
Umar membentuk Majelis Permusyawaratan atau Lembaga Legislatif yang bertugas membuat keputusan dalam memutuskan masalah-masalah umum dan kenegaraan.Dia menempatkan dirinya sebagai Kepala Operasional atau Kepala Negara  dengan membentuk berbagai organisasi di bawahnya. Berikut ini kreatifitas Umar dalam sistem pemerintahannya:
a. Bidang Organisasi Politik Pemerintahan:
1) Al-Khilafah, jabatan Kepala Negara
2) Al-Wizarat, jabatan Setingkat Menteri
3) Al-Kitabaat, Sekretaris Negara
b. Bidang Administrasi Negara
1) Membentuk Departemen-departemen (Lembaga Tinggi Negara)
- Diwan al-Jundy : Badan Pertahanan Keamanan
- Diwan al-Kharaj : Badan Keuangan (Baitul Maal)
- Dewan al-Qhada : Departemen Kehakiman
2) Membentuk Administrasi Pemerintahan Dalam Negeri
- Membagi wilayah menjadi 8 provinsi, Madinah, Makkah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Mesir dan Palestina dengan sistem desentralisasi yaitu pelimpahan wewenang dan otonomi kepada Kepala Pemerintah Daerah yang disebut Amir.
- Membentuk Badan Perhubungan (Al-Barid)
- Membentuk Polisi Penjaga Keamanan Negara (Al-Syurthah)
c. Bidang Kemiliteran
1.      Membagi Kesatuan Militer yang terdiri dari pasukan kavaleri, pasukan invanteri, pasukan intelijen (pengintai), pelayan militer.
2.      Membentuk Armada laut dan menempatkan tentara di daerah-daerah kota garis depan, garnisim (amsar).

5.      Bidang Sosial Kemasyarakatan
a.       Mengadakan hisbah (pengawasan terhadap pasar) dengan pengontrolan terhadap timbangan dan takaran serta pengawasan kebersihan.[11]
b.      Menetapkan tata tertib moral, social, dan cultural yang berciri khas Islam termasuk menetapkan penggunaan penanggalan Hijriyah.
c.       MendirikanBaitul Mal.[12]
d.      MenciptakantahunHijriah.[13]

6.      Bidang Ekonomi
Kebijakan paling fenomenal Umar bidang ekonomi adalah tentang sawad (tanah subur). Umar mengeluarkan dekrit, bahwa orang Arab termasuk tentara dilarang transaksi jual beli tanah di luar Arab. Hal ini memancing reaksi anggota Syura’, namun Umar memberi alasan, mutu tentara Arab akan menurun, produksi pertanian juga menurun, Negara akan rugi 80 % dari pendapatan, dan rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka mudah untuk berontak kepada Negara. Permasalahan gejolak keuangan ini, Umar Memberikan dana pensiunan kepada istri-istri Rasulullah dan keluarganya, masyarakat yang cacat dan lemah fisik. Pendataan dan penentuan tunjangan bagi tentara angkatan perang.

7.      Bidang Pembangunan
Peradaban pada Khalifah Umar yaitu pembangunan masjid sebagai pusat pendidikan. Terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.[14]
Pada era Umar juga, Muslimin mengadakan banyak perubahan dan perbaikan sarana fisik atau infrastruktur di daerah baru seperti, jalan-jalan, bangunan, pengairan, jembatan. Kemudian dikirim mubaligh, guru, fuqaha dan alim ulama untuk memberi penerangan tentang dasar-dasar Islam. Sehingga mereka terpikat jiwanya untuk masuk Islam. Penggalian sistem irigasi untuk pertanian, mendirikan masjid dan sekolah. Kebijakan Umar ini sangat tepat sebagai tuntutan perkembangan kebutuhan masyarakat saat itu. Musyrifah Sunanto mengutip tulisan Ahmad Amin dalam buku “Dhuha Islam” bahwa Umar juga mengembangkan keilmuan dengan membuat tata bahasa Arab dengan mengamanahkan kepada Ali bin Abi Thalib dan disempurnakan oleh al-Aswad al-Duwaly. Tokoh inilah yang selanjutnya sangat berjasa dalam menyusun ilmu alat (nahwu dan sharaf) khususnya bagi umat Islam non Arab.[15]


8.      Bidang Hukum
Umar juga dikenal sebagai Imam al-Mujtahiddin. Pada masanya dia berijtihad untuk menentukan suatu hukum yang sepintas lalu nampak seperti bertentangan dengan nash (Al Quran dan Hadits).
a.       Kasus Mu’allaf
Dalam Al Qur’an surat at Taubah (9) ayat 60 Allah menerangkan bahwa di antara golongan yang berhak menerima zakat ialah mu’allaf. Dalam tafsir al Manar, Rasyid Ridha mendefinisikan mu’allaf sebagai sekelompok orang yang dibujuk hatinya agar bergabung kapada Islam atau tetap kepadanya, agar mereka menahan diri dari melakukan kejahatan terhadap orang Islam, atau orang-orang yang jasanya diharapkan dapat membantu dan membela kaum muslim.
Namun pada masa kepemimpinan Umar pemberian zakat kepada mu’allaf kurang tepat, pemberian kepada mu’allaf sifatnya kondisional. Oleh karena itulah, ketika kondisi umat Islam telah kuat dan stabilitas pemerintahan sudah semakin mantap, Umar memberhentikan pemberian bagian mu’allaf. Umar berpendapat bahwa perintah yang dikeluarkan Abu Bakar ketika menjadi khalifah sudah tidak tepat lagi. Karena kebijakan tersebut dikeluarkan untuk tujuan memperkuat Islam. Namun karena Islam telah berubah, maka kebijakan tersebut tidak tepat lagi diberlakukan. Menurut Umar, bagian mu’allaf diberikan ketika Islam masih lemah. Umar menyebutkan bahwa hukum memberikan zakat pada mu’allaf disyari’atkan lantaran sesuatu illat. Karena illat itu telah hilang, maka hukum tersebut tidak bisa dilaksanakan atau diterapkan lagi.Menurut Umar, bagian mu’allaf diberikan ketika Islam masih lemah. Umar menyebutkan bahwa hukum memberikan zakat pada mu’allaf disyari’atkan lantaran sesuatu illat. Karena illat itu telah hilang, maka hukum tersebut tidak bisa dilaksanakan atau diterapkan lagi.
Tindakan Umar tersebut bukan berarti meninggalkan teks agama, namun sebaliknya, apa yang dilakukan Umar merupakan penerapan atas teks agama secara cermat, sesuai dengan kondisi yang melatarinya.
b.      Hukum Potong Tangan
Mengenai hukum potong tangan bagi pelaku pencurian, dijelaskan oleh Allah dalam surat al Ma’idah ayat 38, yang berbunyi:
-Í$¡¡9$#urèps%Í$¡¡9$#ur(#þqãèsÜø%$$sù$yJßgtƒÏ÷ƒr&Lä!#ty_$yJÎ/$t7|¡x.Wx»s3tRz`ÏiB«!$#3ª!$#urîƒÍtãÒOŠÅ3ymÇÌÑÈ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Salah satu kebijakan Umar yang kerap dianggap kontroversi adalah, ia tidak menerapkan hukum potong tangan bagi tindak pidana pencurian.[16] Kasus yang dapat diungkap di sini adalah kasus pencurian dari Baitul Mal. Ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa ada seorang laki-laki yang mencuri Baitul Mal, kemudian Saad bin Abi Waqqas mengirim berita ke Umar. Dalam balasannya Umar memerintahkan agar pencuri tersebut tidak dikenakan hukum potong tangan, karena bagi Umar ia mempunyai hak terhadap Baitul Mal. Kasus lain adalah pencurian yang dilakukan oleh pelayan atas majikan. Umar juga tidak menerapkan hukum potong tangan bagi si pelaku pencurian, karena yang dicuri adalah harta majikannya. Imam Malik menyebutkan bahwa Umar tidak menerapkan hukum potong tangan karena pengabdiannya. Kemudian kasus pencurian pada musim paceklik. Diriwayatkan bahwa beberapa budak milik Hathib melakukan pencurian atas unta milik seorang laki-laki dari Bani Muzaynah, Umar tidak memberlakukan hukum potong tangan, justru yang disuruh membayar harga unta tersebut adalah Haathib, karena ia telah menelantarkan para budaknya (tidak pernah memberi makan), sehingga terpaksa mencuri.
c.       Hukum bagi orang yang mabuk
Umar menetapkan hukum mabuk menjadi 80 kali cambukan, meskipun sebelumnya sudah ditegaskan bahwa hukum mabuk adalah 40 kali cambukan. Kebijakan Umar ini didasarkan pada bahwa mabuk adalah analog atau seringkali berujung pada menuduh secara tidak benar (memfitnah) orang berzina, di mana al Qur’an telah menetapkan hukumannya 80 kali cambukan. Umar orang pertama memaksakan hukum baru ini bagi orang mabuk.
d.      Zakat kuda
Pada masa Umar bin Khattab diwajibkan zakat kuda, meskipun di masa Rasullah hal itu belum ada. Hal itu didasari adanya perubahan realitas sosial di mana di masa Umar kuda mulai diternakkan dan diperdagangkan.[17]
e.       Bidang Hukum Keluarga (Talak)
Salah satu pandangan dan kebijakan Umar yang kontroversial dalam bidang hukum keluarga, dan hal ini seringkali di salahpahami adalah tentang talak tiga sekaligus. Talak ini merupakan talak tiga yang diucapkan sekaligus dengan satu lafaz (lafz wahid). Artinya ketika seorang suami menyatakan talak 3 kepada istrinya dalam satu waktu, maka seketika itu juga ia langsung tertalak tiga, tanpa ada iddah dan upaya ishlah. Kebijakan ini pada dasarnya tidak kita temukan pada dua tahun pertama pemerintahan Umar. Karena pada dua tahun pertama, talak tiga sekaligus hanya dihitung sebagai talak satu. Namun karena melihat realitas pada waktu itu menunjukkan suatu perubahan, yakni banyak yang kemudian menganggap enteng dan terkesan menyepelekan pernyataan talak tiga sekaligus. Maka Umar kemudian membuat kebijakan bahwa talak tiga yang diucapkan dalam satu waktu dianggap sebagai talak tiga. Umar membuat kebijakan seperti ini dengan tujuan agar memiliki “efek jerah” bagi yang sering main-main dengan ucapan talak dan tentunya agar berhati-hati dengan perkara yang satu ini.
f.       Pengharaman Nikah Mut’ah
Umar bin Khattab dalam mengharamkan nikah mut’ah mempunyai landasan dari beberapa hadits, sebagai berikut:
1.      Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Salamah, dia berkata “Rasulullah membolehkan nikah mut’ah pada perang Authas sebanyak tiga kali, kemudian melarangnya.” (HR Muslim)
2.      Imam Muslim meriwayatkan dari Subrah, dia berkata “Rasulullah mengizinkan kami untuk melakukan nikah mut’ah. Saya dan seorang lelaki pergi menuju ke rumah seorang perempuan dari suku Bani Amir. Orang perempaun tersebut masih muda, lehernya jenjang dan penampilannya menarik. Masing-masing dari kami menawarkan diri kepadanya.” Dia berkata, “Apa yang kamu mau berikan kepadaku?”, “Pakaianku.” Jawabku. Sedangkan temanku juga memberikan jawaban yang sama kepadanya. Pakaian temanku lebih bagus dari pakaianku, tetapi saya lebih muda darinya. Jika dia melihat kepada pakaian temanku, dia lebih menyukainya. Jika dia melihat kepadaku, dia lebih menyukaiku. Perempuan tersebut kemudian berkata, “Kamu dan pakaianmu, cukup bagiku”. Saya menetap bersamanya selama tiga hari. Kemudian Rasulullah bersabda, “Siapa yang masih bersenang-senang dengan perempuan, maka biarkanlah jalannya.” (HR Muslim)
3.      Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Subrah Al-Jahni, bahwa dia sedang bersama Rasulullah SAW, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya dulu aku pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Sekarang Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat. Siapa yang masih bersamanya wanita yang dinikahi secara mut’ah, makabiarkanlah jalannya. Janganlah kalian mengambil apa yang telah kalian berikan kepada mereka.” (HR Muslim)
4.      Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Abi Thalib, bahwa dia mendengar Ibnu Abbas bersikap lunak dalam nikah mut’ah. Ali berkata kepadanya, “Sebentar, wahai Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rasulullah SAW pada peperangan Khaibar melarang nikah mut’ah dan daging keledai piaraan.” (HR Muslim)
Umar bin Khattab dalam mengharamkan nikah mut’ah tidak hanya mendasarkan pada pendapatnya pribadi, tetapi dia mengikuti Rasululah SAW. Beliau mengharamkan nikah mut’ah untuk selamanya pada waktu pembebasan kota Makkah, yaitu pada tahun 8 H. Sebelumnya, beliau mengharamkannya pada peperangan Khaibar yaitu pada tahun 6 H. Kemudian beliau membolehkan nikah mut’ah pada waktu pembebasan kota Makkah. Orang-orang menjalani nikah mut’ah selama 15 hari dan setelah itu beliau mengharamkannya sampai hari kiamat.[18]

D.    Akhir Riwayat Umar bin Khattab
Umar menjabat sebagai khalifah selama 10 tahun, 6 bulan (13-23 Hijriyah), Ia dibunuh oleh seorang budak Persia yang bernama Fairuz atau “Abu Lukluk,” yang dibawa oleh Mughirah (Abu Syu’bah) dari Irak. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada majikannya sebagai gubernur Kufah. Karena Mughirah melakukan pembocoran rahasia Negara dan pengkhianatan Ada perbedaan dengan pendahulunya tentang tindakan yang dilakukan Umar untuk mempersiapkan penggantinya, Rasulullah tidak memberikan petunjuk tentang penggantinya, Abu Bakar menunjuk langsung Umar dengan didahului konsultasi terbatas pada beberapa sahabat. Ketika para sahabat bertanya masalah tersebut, Umar menjawab sebagaimana yang dikutip M. Abdul Karim dari Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam bukunya Al-Lu’lu wa al-Marjan: “Kalau akau mengangkat penggantiku, telah ada orang yang lebih baik dari yang memilih pengganti dan kalau aku biarkan menurut kehendak rakyat, maka telah ada pula orang yang lebih baik dari pada aku membiarkannya “.
Untukmenentukanpenggantinya, Umar tidakmenempuhjalan yang dilakukan Abu Bakar.Diamenunjukenam orang sahabatdanmemintakepadamerekauntukmemilihsalahseorangdiantaranyamenjadikhalifah.EnamtersebutadalahUtsman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin AbiWaqqas, dan Abdurrahman bin Auf. SetelahUmar wafattiminibermusyawarahdanberhasilmenunjukUtsmansebagaiKhalifah, melaluipersaingan yang agakketatdengan Ali bin AbiThalib.[19]
BAB III
ANALISIS TERHADAP KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

Khalifah Umar bin Khattab menjadi inspirator bagi pemimpin dan ahli Fiqh. Gaya kepemimpinannya yang tidak ingin membiarkan umatnya sengsara. Dengan sikap tegas dan bijaksana, beliau menjadi orang yang disegani baik di kalangan jazirah Arab atau Persia. Berbagai penaklukan dan pembebasan kota menjadi ksatria padang pasir sehingga dijuluki Singa Padang Pasir.
Dalam berbagai hal, Umar berani mencoba berijtihad. Melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW atau pada Khalifah Abu Bakar. Ijtihadnya didasari pada Islam Rahmatan lil Alamin dan demi kemaslahatan umatnya. 
Periode Umar inilah dikenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahan. Dengan membentuk sistem militer yang handal dan didukung sistem administrasi kenegaraan yang efektif dan efisien.
Di sinilah, kecerdasan Umar dalam memanajemen yang melahirkan kreativitas dan berbagai inovasi, termasuk berwawasan luas ke depan dengan mempersiapkan pendidikan dan pengembangan ilmu dengan pembangunan sarana belajar dan pengiriman ahli ilmu ke sejumlah daerah baru Islam. Inilah tonggak tersebarnya Islam di seluruh dunia. Kesejarahannya menjadi sumber inspirasi bagi banyak tokoh, negarawan dan politikus di dunia sampai kini. Oleh sebab itu pantaslah, Umar bin Khattab disebut sebagai negarawan sejati, organisator, administrator dan ahli militer, sebagaimana yang banyak diungkapkan oleh sejarahwan Muslim maupun Non Muslim.
Berikut beberapa rekonstruksi pemikiran dan peradaban Islam masa Khalifah Umar bin Khattab:
1.        Bidang Politik/Pemerintahan
·           Selalu mengedepankan prinsip musyawarah serta memperhatikan berbagai macam aspirasi dalam memutuskan suatu perkara;
·           Berpegang pada prinsip keadilan dan persamaan dalam penegakan masyarakat dan pemerintahan.
2.        Bidang Administrasi Negara
·           Mendirikan Baitul Mal sebagai tempat menyimpan semua pendapatan negara;
·           Membuat peraturan yang berkaitan dengan kekayaan negara yaitu melakukan pembukuan administrasi.
3.        Bidang Kepemimpinan
·           Mencontohkan bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang mulia dimana seorang pemimpin harus bisa menjadi contoh bagi masyarakat, misalnya seorang pemimpin harus mempunyai sifat jujur, pemberani, jantan, zuhud, senang berkorban, rendah hati, mau menerima nasehat orang lain, bijaksana, sabar, cita-cita tinggi, memiliki keteguhan hati, memiliki keinginan yang kuat, adil, mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik, dan lain-lain.
4.        Bidang Hukum
·           Dalam memutuskan suatu hukum selalu bersumber pada al qur’an, as sunnah, ijtihad, ijma’, qiyas, putusan-putusan hukum terdahulu, serta ar ra’yu (pendapat);
·           Bukti-bukti yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara hukum diantaranya, pengakuan terdakwa, persaksian, sumpah, pengumpulan informasi dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan penetapan nasab, bukti-bukti penguat, juga pengetahuan seorang hakim;
·           Selalu mengedepankan prinsip kemashlahatan umat.


BAB IV
KESIMPULAN

Umar bin Khattab adalah salah satu sosok sahabat Nabi yang cerdas, implikasi yang konkrit, saat diangkat menjadi khalifah kedua. Umar memahami ayat-ayat hukum tidak tekstual namun melakukan upaya kontekstualisasi dalam memahami ajaran agama dan mengambil makna esensial yang menitikberatkan pada aspek maslahah. Banyak kebijakan dari hasil ijtihad pada masa kepemimpinannya yang dianggap kontroversial terutama pada bidang hukum. Bidang pemerintahan Umar adalah sosok pembaharu dan pelopor dalam aspek manajemen dan administrasi yang menjadi sumber inspirasi bagi sistem pemerintahan umat Islam dan bangsa di dunia ini.
Berikut pemikiran Umar Bin Khattab selama menjadi Khalifah :
1.        Melakukan ekspedisi dengan misi penyebaran agama Islam ke Mesir, Palestina, Suriah, Irak dan Persia.
2.        Memperbaharui bidang peradilan dan organisasi pemerintahan.
3.        Perbaikan di berbagai bidang, seperti :Bidang Sosial Kemasyarakatan, Bidang Ekonomi dan Bidang Pembangunan.
4.        Dalam Bidang Hukum :
a.         Hukum Potong Tangan
b.         Zakat bagi Mu’allaf
c.         Hukum bagi yang Mabuk
d.        Zakat Kuda
e.         Hukum dalam Keluarga (Talak)
f.          Hukum Nikah Mut’ah


DAFTAR PUSTAKA

Al Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah, Terj. Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1997
Ash-Shalabi, Muhammad, The Great Leader of Umar bin Al Khattab, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008
Bakri, Syamsul,Peta Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Fajar Media Press, 2011
Departemen Agama,Ensiklopedia Islam, Jilid III, Jakarta: Depag, 1993
European Journal of Social Science,Effective Governance in the Era of Caliphate ‘Umar  Ibn Al   Khattab (634-644) by Sharifah Hayaati Syed Ismail al-Qudsy,Volume 18, Number 4, 2011
Hilal, Iyad. Selection from the Seerah Of Muhammad, Publised by Al Khilafah Publications, London
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2008
Nur Salim, Moh, Fikih Realistis; Kajian Tentang Hubungan Antara FikihDengan Realitas   Sosial Pada Masa Lalu Dan Masa Kini . bab Ijtihad Umar ibn Khattab, Jakarta: Hati Nuranikupress.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
Syalabi, A, Sejarah & Kebudayaan Islam, Terj. Mukhtar Yahya. Jilid I. Jakarta: Pustaka al Husna Baru, cet.VI, 2003
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008




[1]Departemen Agama, Ensiklopedia Islam, Jilid III, (Jakarta: Depag, 1993) hal. 1256
[2]Sejarah tentang tuduhan Umar kepada Nabi Muhammad tentang ucapan seorang penyair dan tukang tenun bisa dilihat Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfury , Terj. Kathur Suhardi cet. 1, Jakarta , Pustaka Al Kautsar, 1997. Hal. 139. Didalam buku itu dijelaskan bahwa suatu malam Dia keluar rumah hingga dia tiba di Baitul haram. Dia menyibak kain penutup Ka’bah dan dilihatnya Nabi Muhammad SAW sedang berdiri mendirikan sholat. Saat itu beliau membaca surat Al Haqqah. Umar menyimak bacaan Al Quran itu dan dia merasa taajub terhadap susunan bahasanya. Umar berkata di dalam hati. “Demi Allah, tentunya ini adalah ucapan seorang penyair seperti yang biasa diucapkan orang-orang Quraisy.” Lalu Rasulullah membaca surat Al Haqqah ayat 40-41, kemudian Umar berkata dalam hati lagi, “kalau begitu ucapan tukang tenun”, beliau membaca “Dan, bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam.” Beliau meneruskan bacaannya hingga akhir surat. Seperti yang diceritakan Umar sendiri, mulai saat itulah Islam mulai menyusup ke dalam hatinya. Inilah awal benih-benih islam merasuk dalam hati Umar bin Al Khattab.
[3] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), hal. 78
[4]Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Terj. Kathur Suhardi, (Jakarta :Pustaka Al Kautsar,  1997) hal. 138
[5] Hal ini bisa dicontohkan ketika wafatnya Nabi Muhammad, Umar berkata kepada para sahabat:”Jika ada yang bilang Nabi Muhammad meninggal akan kupotong tangan dan kakinya. Muhammad tidak mati, Dia hanya menghadap kepada Allah seperti Nabi Musa dalam masa 40 hari. (Iyad Hilal, Selection from the Seerah Of Muhammad, Publised by Al Khilafah Publications, London hal. 117)
[6]Dr. Badri Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 37
[7] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 79
[8] Makalah Drs. Ali Akbar, M.Si, Dosen Fakultas Ushuludin UIN Syarif Kasim Riau, Membalik Sejarah Pengumpulan dan Penulisan Al Quran, hal. 11
[9] Syamsul Bakri,Peta Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta : Fajar Media Press,  2011) hal. 30
[10] Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam hal. 84
[11] A. Syalabi, Sejarah &Kebudayaan Islam, Terj. Mukhtar Yahya. Jilid I. (Jakarta: Pustaka al Husna Baru, cet.VI. 2003) hal. 203
[12] European Journal of Social Science, Effective Governance in the Era of Caliphate ‘Umar  Ibn Al Khattab (634-644) by Sharifah Hayaati Syed Ismail al-Qudsy,(Volume 18, Number 4, 2011), hal.620
[13]BadriYatim, SejarahPeradaban Islam, Hal. 38
[14] Prof. Dr. H. Samsul Nizar, M. Ag, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2008). Hal 48
[15]Paryadi, Umar Bin Khattab Founder And Administrator Of Muslim(Kalimantan: Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Volume 6 No.10 Oktober 2008) hal. 57
[16] Moh. Nur Salim, LC, M.Si, Fikih Realistis; Kajian Tentang Hubungan Antara Fikih Dengan Realitas Sosial Pada Masa Lalu Dan Masa Kini . bab Ijtihad Umar ibn Khattab, (Jakarta: Hati Nuranikupress), hal. 32
[17]Ibid, 32
[18]Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader of Umar bin Al Khattab, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008), hlm. 452-454
[19]BadriYatim, SejarahPeradabanIslam ,hal. 28

1 komentar:

  1. tulisan yang sangat bagus dan disertai sumber pula. semoga pahala mengalir kepada anda dengan tulisan anda ini

    BalasHapus