Oleh: Siti Halimatus Sa'diyah,M.Pd.I
BAB
I
PENDAHULUAN
Setiap
kepemimpinan tentunya memiliki kebijakan-kebijakan yang berbeda baik sebelumnya
atau sesudahnya. Karakter dan sikap menentukan dalam memimpin sebuah wilayah.
Umar bin Khattab seorang khalifah setelah Abu Bakar adalah pemimpin yang tegas
dan pejuang Islam.
Ketokohan
seseorang mempengaruhi cara berfikirnya masyarakat. Ketokohan Umar bin Khattab
adalah salah satu contohnya. Orang yang ditakuti oleh suku Quraisy karena
keberaniannya. Mempunyai banyak pengikut. Tatkala Khalifah Umar bin Khattab
masuk Islam, orang Quraisy tidak ada yang berani melarangnya atau melawannya.
Namun dibalik itu semua, saat beliau ditunjuk menjadi Khalifah setelah Abu
Bakar, ia memimpin dengan adil, bijaksana, tegas dan sangat disegani.
Ada
dua sahabat Rasulullah SAW yang mempunyai karakter berlawanan namun terjalin
persahabatan yang kuat dan keduanya menjadi pengawal Islam dalam hidupnya,
yaitu Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Rasulullah SAW memuji Abu Bakar karena
diberi anugerah kelembutan hati dan bijaksana seperti Nabi Ibrahim AS,
sedangkan Umar bin Khattab diberi sifat keras, cerdas dan tegas sebagaimana
Nabi Musa AS. Pemakalah dalam tulisan ini akan menguraikan tentang keistimewaan
Umar bin Khattab dengan tidak bermaksud mengecilkan sahabat yang lain.
Makalah
ini merupakan upaya untuk menyajikan fakta sejarah Umar bin Khattab dalam
kiprahnya membangun peradaban umat Islam. Pemakalah tidak hanya membatasi
pembahasan pada pemikiran sosial dan peradaban sebagai hasil kebijakan politik
dan sosial yang mereka lakukan. Penulis akan memaparkan hasil ijtihad Khalifah
Umar bin Khattab dalam bidang hukum pidana, perdata atau hukum keluarga,
sebagai salah satu bukti kecemerlangan pemikiran Umar bin Khattab. Hal ini
penting untuk pembahasan lebih fokus pada pemikiran dan peradaban masa Khalifah
Umar bin Khattab.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Umar bin Khattab
Umar ibn Al Khattab (583-644) yang memiliki
nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abd Al Uzza bin Ribaah bin
Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘Adi bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua
yang menggantikan Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq.[1]Beliau
dilahirkan di Makkah dari keturunan suku Quraisy yang terpandang dan terhormat.
Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang Fijar atau tiga belas tahun
lebih muda dari Nabi Muhammad SAW. Ia dipanggil dengan gelar Abu Hafs, dan
setelah masuk Islam ia menerima gelar al-Faruq, karena kepribadian yang
menonjol darinya adalah pembeda antara kebenaran dan kebathilan.
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk diantara
kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk
Islam. Dia adalah musuh dan penentang Nabi Muhammad SAW, yang paling ganas dan
kejam, bahkan sangat besar keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad dan
pengikutnya. Dia sering menyebar fitnah dan menuduh Nabi Muhammad sebagai
penyair tukang tenun.[2]
Setelah Umar masuk agama Islam, pada bulan Dzulhijjah enam tahun setelah
kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaannya
sebelumnya. Dia berubah menjadi salah seorang yang gigih dan setia membela
agama Islam. Bahkan, dia termasuk seorang sahabat yang terkemuka dan paling
dekat dengan Nabi Muhammad SAW.[3]
Dia adalah salah seorang sahabat terbesar
sepanjang sejarah sesudah Nabi Muhammad SAW. Kebesarannya terletak pada
keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang bijaksana maupun sebagai mujtahid yang ahli dalam membangun negara besar yang
ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan, persamaan, dan persaudaraan yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak hal, Umar bin Khattab dikenal
sebagai tokoh yang bijaksana dan kreatif, bahkan jenius.
B.
Ke-Islaman dan pengangkatan Khalifah Umar bin Khattab
Ke-Islaman Umar bin Khattab pada bulan Dzulhijjah tahun keenam dari
nubuwah, tepatnya tiga hari setelah ke-Islaman Hamzah bin Abdul Muthalib.
Sebelum itu Nabi Muhammad SAW telah berdoa kepada Allah untuk ke-Islamannya. At
Thabrany dari Ibnu Mas’ud dan Anas, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda dalam doanya
:”Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling
engkau cintai, dengan Umar bin Khattab atau dengan Abu Jahal bin Hisyam.”
Ternyata orang yang paling dicintai Allah adalah Umar bin Khattab Radhiyallahu
Anhu.[4]
Umar bin Khattab sebelum masuk Islam dikenal sebagai orang yang
menjaga kehormatan dirinya dan memiliki watak yang temperamental.[5]
Setiap kali dia berpapasan dengan orang-orang Muslim, pasti beliau menimpakan
berbagai macam siksaan. Yang pasti, didalamnya hatinya bergolak berbagai
perasaan yang sebenarnya saling bertentangan. Penghormatannya terhadap
tradisi-tradisi leluhur, kebebasan menenggak minuman keras hingga mabuk dan
bercanda ria, bercampur baur dengan ketakjubannya terhadap ketabahan dan
kesabaran orang-orang Muslim dalam menghadapi cobaan dalam rangka
mempertahankan akidahnya. Umar dalam hal ini benar-benar bingung antara
menentangnya atau mengikuti hatinya untuk masuk Islam.
Sejarah masuknya Umar bin Khattab ke agama Islam secara lengkap ditulis
di bukuSirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfury hal.
138-147. Menceritakan tatkala Umar bin Khattab mau membunuh Nabi Muhammad di
tengah jalan bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah An Nahham Al Adwy. Nu’aim
memberitahukan kabar yang membuat Umar tercengang, yaitu saudari Umar dan adik
ipar juga telah keluar agama yang telah Umar peluk. Saat itu juga Umar menuju
rumah adiknya perempuan dan iparnya, yang saat itu ada Khabbab bin Al Art,
mendengar kedatangan Umar, Khabbab sembunyi dibelakang. Umar mendengar suara
bacaan Khabbab di hadapan adik dan iparnya. Dari situlah hati Umar semakin
marah mendengar adiknya pindah agama. Dengan bacaan surat Thaha yang dibaca
Fatimah, Umar kemudian menghadap Rasulullah lalu bersyahadat didepan
Rasulullah.
Pengangkatan Umar bin Khattab menjadi khalifah terjadi ketika Abu
Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat, kemudian mengangkat Umar sebagai penggantinya dengan maksud untuk
mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat
Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang
segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah
Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). Ia juga
memperkenalkan istilah Amir al Mu’minin (komandan orang-orang yang
beriman).[6]
Penunjukan secara langsung oleh Abu Bakar merupakan hal yang wajar
untuk dilakukan. Ada beberapa faktor yang mendorong Abu Bakar untuk menunjuk
Umar menjadi Khalifah :
1.
Kekhawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret
umat Islam ke jurang perpecahan akan terulang kembali, bila ia tidak menunjuk
seorang yang menggantikannya.
2.
Kaum Anshar dan Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang
berhak menjadi khalifah.
3.
Umat Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan
pembangkang. Sementara sebagian pasukan mujahidin bertempur diluar kota Madinah
melawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi dipihak lain.
Berangkat dari kondisi politik yang demikian, tampaknya tidak
menguntungkan apabila pemilihan khalifah diserahkan sepenuhnya kepada umat
secara langsung. Jika alternatif ini dipilih, besar kemungkinan akan timbul
kontroversi berkepanjangan di kalangan umat Islam tentang siapa yang lebih
proposional menggantikan Abu Bakar. Kondisi demikian jelas akan melahirkan
instabilitas politik yang akan membahayakan umat dan negara, mengingat bukan
hal mustahil akan terjadi perang saudara dan kevakuman pimpinan.
Proses
penunjukkan langsung tidak asal main tunjuk oleh Abu Bakar, melainkan
penunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang diserahkan
pada persetujuan umat. Abu Bakar dalam menunjuk sebagai pengganti tetap
mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan beberapa orang sahabat
senior, antara lain Abdul Rahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Azis bin
Hadhir,seorang tokoh Anshor. Konsultasi ini menghasilkan persetujuan atas pilihannya
pada Umar secara objektif. Setelah itu, hasil konsultasi dengan beberapa orang
sahabat senior itu masih ditawarkan kepada kaum muslimin yang sedang berkumpul
di Masjid Nabawi. “Apakah rela menerima orang yang dicalonkan sebagai
penggantinya?”. Dalam pertemuan tersebut kaum muslimin menerima dan menyetujui
orang yang telah dicalonkan Abu Bakar. Setelah Abu Bakar mendapat persetujuan
kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil Utsman bin Affan untuk menuliskan
teks pengangkatan Umar.[7]
Begitulah
sekilas pengangkatan Umar bin Khattab, menurut pemakalah apa yang dilakukan Abu
Bakar dalam suksesi kepemimpinan di negara Madinah adalah langkah yang tepat,
dan apa yang dilakukannya merupakan implementasi dari prinsip musyawarah.
C.
Pemikiran-pemikiran Umar bin Khattab
Banyak pandangan dan kebijakan Umar yang keluar dari rel mainstream
pemikiran umat Islam saat menjabat sebagai khalifah dengan gelar amirul
mukminin. Pertimbangan-pertimbangan maslahah ini selalu mewarnai
kebijakan-kebijakan Umar baik itu menyangkut kebijakan politik maupun dalam
bidang hukum. Terkenal sebagai pribadi yang pemberani, keputusan-keputusan Umar
banyak menuai kontroversi, karena keputusannya seringkali berbeda untuk tidak
menyebut menyalahi aturan-aturan yang sudah dianggap baku oleh Ummat Islam
kebanyakan. Keluar dari jalur biasanya, bukan berarti menunjukkan bahwa Umar
arogan dalam memutuskan segala sesuatu.
Umar melihat setiap persoalan tidak hanya melalui atau
mempertimbangkan satu aspek, namun beliau mempertimbangkan banyak aspek dan
mencoba melihat segala sesuatu secara holistic komprehensif. Oleh sebab
itu, memperbincangkan Umar bin Khattab memang tidak ada habisnya. Selalu saja
ditemukan sesuatu yang menarik dari sosok Umar untuk ditelaah kembali dan
dikontekskan dengan situasi saat sekarang ini. Umar merupakan sosok pribadi
yang tidak hanya dikenal sholeh, namun juga memiliki intelektual yang
cemerlang. Hal ini diperkuat dengan daya nalar dan kekuatan ijtihadnya dalam
menyikapi dalam memutuskan berbagai persoalan. Dalam diri Umar, kita dapat
memahami betapa pentingnya melakukan upaya kontekstualisasi dalam memahami
ajaran agama yang menitikberatkan pada aspek maslahah.
1.
Pengumpulan Al Quran dalam bentuk kodifikasi (pembukuan)
Pada masa Abu Bakar pula, Umar bin Khattab mengusulkan agar AlQur’an
dikumpulkan dalam bentuk mushaf, mengingat telah banyak para sahabat yang huffadz
AlQur’an meninggal dalam peperangan. Pada mulanya Abu Bakar menolak,
mengingat hal itu tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah. Dalam hal itu Umar
berpendirian bahwa merupakan suatu kebaikan bagi kepentingan umat Islam dan
umat mukminin. Pada mulanya Abu Bakar ragu atas usulan Umar bin Khattab, sebab
ini merupakan suatu pekerjaan yang belum pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW. Akan tetapi,atas pandangan dan pertimbangan-perimbangan yang diberikan
Umar sehingga terbukalah hati Khalifah Abu Bakar menerima usulan yang baik itu.[8]
2.
Ekspedisi
Hal pertama yang dilakukan Umar menjadi khalifah adalah meneruskan
ekspedisi pendahulunya (Abu Bakar ash-Shiddiq) ke berbagai daerah yang
berpotensi mengancam eksistensi Muslimin. Penaklukkan yang dilakukan berhasil
mengambil alih kekuasaan Roma Timur (Byzantum) yang meliputi bagian barat Asia
dan pesisir utara Afrika, kemudian wilayah imperium Persia sampai perbatasan
Asia Tengah. Ekspedisi tersebut mencapai keberhasilan dengan menjadikan daerah
tersebut menjadi bagian wilayah Islam dan mendapat perlindungan Islam, sehingga
daerah kekuasaan semakin meluas. Ekspedisi Islam membawa misi untuk penyebaran
Islam dengan persaudaraan dan persamaan, pembayaran pajak atau jizyah,
sehingga Tuhan menentukan di antara kita.
Dalam konstelasi sosial politik dan keagamaan, khalifah Umar
memperoleh hasil yang cukup gemilang yaitu Islam tersebar ke Mesir, Palestina,
Suriah, Irak dan Persia. Keberhasilan dakwah ini sekaligus merupakan
keberhasilan penataan kebudayaan Islam dan perluasan teritorial Islam sejak Umar bin Khattab mencanangkan
program ekspansi (futuhat).
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Umar terkenal memiliki mental mujtahid
(menggunakan nalar) untuk membangun
peradaban dan syi’ar Islam. Umar sosok yang memimpin dengan logika yang sangat
progresif dan telah meletakkan fondasi dasar pemerintahan Islam yang sangat
luas.[9]
3.
Bidang Peradilan
Peradaban yang
paling signifikan pada masa Umar, selain pola administratif pemerintahan,
peperangan dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar
bin Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang
sebagai berikut:
a.
Kedudukan lembaga peradilan
Kedudukanlembagaperadilan di tengah-tengahmasyarakatsuatu Negara
hukumnyawajib (sangaturgen) dansunnah yang harusdiikuti.
b.
Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
Pahamipersoalansuatukasusgugatan
yang diajukankepadaanda, danambillahkeputusansetelahjelaspersoalanmana yang
benardanmana yang salah.Karenasesungguhnya, suatukebenaran yang
tidakmemperolehperhatian hakim akanmenjadisia-sia.
c.
Samakan pandangan anda kepada kedua belah pihak dan berlaku
adillah.
Dudukkankeduabelahpihak di majelissecarasama,
pandanganmerekaadalahpandangan yang sama, agar orang yang
terhormattidakmelecehkananda, dan orang lemahtidakmerasateraniaya.
d.
Kewajiban pembuktian
Penggugatwajibmembuktikangugatannya, dantergugatwajibmembuktikanbantahannya.
e.
Lembaga damai
Penyelesaianperkarasecaradamaidibenarkan, sepanjangtidakmenghalalkan
yang haram danmengharamkan yang halal.
f.
Penundaan persidangan.
Barangsiapamenyatakanadasuatuhal
yang tidakada di tempatnyaatausesuatuketerangan, berilah tempo kepadanyauntukdilaluinya.Kemudian,
jikadia memberiketerangan,
hendaklahandamemberikankepadanyahaknya.Jikadiatidakmampumemberikan yang
demikianitulebihmantabbagikeudzurannya
(takadajalanbaginyauntukmengatakaninidanitulagi) danlebihmenampakkanapa yang tersembunyi.
g.
Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal.
Janganlah
anda dihalangi oleh suatu putusan yang telah anda putuskan pada hari ini,
kemudian anda tinjau kembali putusan itu lalu anda ditunjuk pada kebenaran
untuk kembali pada kebenaran, karena kebenaran itu suatu hal yang qadim yang
tidak dapat dibatalkan oleh sesuatu. Kembali kepada yanghak, lebih baik
daripada terus bergelimang dalam kebatilan.
h.
Kewajiban menggali hukum yang hidup dan melakukan penalaran logis.
Apabila
hukum suatu perkara kurang jelas dalam Al Qur’an dan Hadits, kemudian
bandingkanlah permasalahan tersebut satu sama lain dan ketahuilah hukum serupa,
kemudian ambillah mana yang lebih mirip dengan kebenaran.
i.
Orang Islam haruslah berlaku adil
Orang
Islam dengan orang Islam lainnya haruslah adil.
j.
Larangan bersidang ketika sedang emosional[10]
Jauhilah
diri anda marah, pikiran kacau, perasaan tidak senang dan berlaku kasar terhadap
para pihak. Karena kebenaran itu harus berada di dalam jiwa yang tenang dan
niat yang bersih.
Secara praktis,
Umar bin Khattab yang menjadi rujukan berbagai buku hukum Islam ataupun hukum
murni. Kisah yang menarik dimana saat Khalifah Umar bin Khattab menjadi Hakim
menghadapi pengaduan seorang perempuan yang telah diperkosa oleh pemuda. Dengan
membawa saksi-saki, dan bukti-bukti, yakni dengan menunjukkan tempat tertentu
dari pakaiannya yang basah dan bagian tertentu dari anggota badannya. Tetapi
pemuda dengan nada mohon dikasihani
menyangkal perbuatan yang dituduhkan atas dirinya. Dalam pertimbangan perkara ini,
Khalifah Umar selaku hakim yang bijaksana melakukan dua hal penting yang patut
mendapat perhatian dan menjadi perlajaran berharga para hakim di sepanjang
zaman. Kedua hal penting tersebut adalah :
1.
Beliau sekalipun dikenal sebagai orang keras dan tegas menghadapi
setiap pelanggaran hukum Allah, dan orang-orang jahat, namun beliau mampu
menguasai dan mengendalikan diri untuk tidak terburu-buru menjatuhkan suatu
keputusan (vonis).
2.
Beliau memanfaatkan tenaga ahli/penasehat ahli dalam hal ini
sahabat Nabi yang terkenal dengan gelarnya Babul-Ilm, yaitu Ali bin Abi Thalib.R.A.
Upaya yang
dilakukan oleh Umar meminta bantuan dari Ali R.A. adalah apa yang dinamakan
sekarang tahlil unshuril-jarimah (menganalisis unsur kejahatan sendiri),
seperti pemeriksaan darah, sidik jari, dan sebagainya dalam peristiwa
pembunuhan misalnya. Umar menitik beratkan pada bahan bukti yang diajukan oleh
pendakwa (wanita yang menuduh). Tempat yang basah dari kain itu disiram dengan
air panas yang mendidih begitu rupa dan ternyata di tempat yang
disiramtersebuttampaksuatuunsur yang putih, yaituputihtelur yang
tidakmelelehbersama-sama air panas. Khalifah Umar
memberikanperingatankeraskepadawanitatersebut yang
akhirnyamengakuiterusterangsegalaperbuatannya yang tidakbenar, danpemuda yang tidakberdosa
(bersalah) itu, berkatkecerdasanhakimnya, dapatbebasdarisegalatuduhan.
4.
Memperbarui Organisasi Pemerintahan
Sebagaimana Rasulullah SAW dan Abu Bakar, Umar juga sangat memberi
perhatian pada jiwa demokrasi baik dalam kalangan rakyat pemerintahan. Umar
selalu mengadakan musyawarah dengan tokoh-tokoh baik dari Anshar, Muhajirin
dengan rakyat dan para administrator Negara untuk memecahkan masalah-masalah
umum dan kenegaraan. Dia sendiri pernah mengucapkan bahwa “tidak ada kebaikan
pada suatu urusan yang diputuskan tidak berdasarkan musyawarah”. Pada
kesempatan lain Umar mengatakan tidak ada pemerintahan tanpa musyawarah. Hal
ini menunjukkan bahwa Umar bukanlah orang yang otoriter dalam memutuskan segala
sesuatu terutama yang berkaitan atau menyangkut kepentingan orang banyak.
Musyawarah selalu dikedepankan untuk mencapai kata mufakat.
Umar membentuk Majelis Permusyawaratan atau Lembaga
Legislatif yang bertugas membuat keputusan dalam memutuskan masalah-masalah
umum dan kenegaraan.Dia menempatkan dirinya sebagai Kepala Operasional atau Kepala
Negara dengan membentuk berbagai
organisasi di bawahnya. Berikut ini kreatifitas Umar dalam sistem pemerintahannya:
a.
Bidang Organisasi Politik Pemerintahan:
1) Al-Khilafah, jabatan Kepala Negara
2) Al-Wizarat, jabatan Setingkat Menteri
3) Al-Kitabaat, Sekretaris Negara
b.
Bidang Administrasi Negara
1) Membentuk Departemen-departemen (Lembaga
Tinggi Negara)
- Diwan
al-Jundy : Badan Pertahanan Keamanan
- Diwan
al-Kharaj : Badan Keuangan (Baitul Maal)
- Dewan
al-Qhada : Departemen Kehakiman
2)
Membentuk Administrasi Pemerintahan Dalam Negeri
- Membagi wilayah menjadi 8 provinsi, Madinah, Makkah,
Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Mesir dan Palestina dengan sistem
desentralisasi yaitu pelimpahan wewenang dan otonomi kepada Kepala Pemerintah
Daerah yang disebut Amir.
-
Membentuk Badan Perhubungan (Al-Barid)
-
Membentuk Polisi Penjaga Keamanan Negara (Al-Syurthah)
c.
Bidang Kemiliteran
1.
Membagi
Kesatuan Militer yang terdiri dari pasukan kavaleri, pasukan invanteri, pasukan
intelijen (pengintai), pelayan militer.
2.
Membentuk
Armada laut dan menempatkan tentara di daerah-daerah kota garis depan, garnisim
(amsar).
5.
Bidang Sosial Kemasyarakatan
a.
Mengadakan hisbah (pengawasan terhadap pasar) dengan
pengontrolan terhadap timbangan dan takaran serta pengawasan kebersihan.[11]
b.
Menetapkan tata tertib moral, social, dan cultural yang berciri
khas Islam termasuk menetapkan penggunaan penanggalan Hijriyah.
6.
Bidang Ekonomi
Kebijakan paling fenomenal Umar bidang ekonomi adalah tentang sawad
(tanah subur). Umar mengeluarkan dekrit, bahwa orang Arab termasuk tentara
dilarang transaksi jual beli tanah di luar Arab. Hal ini memancing reaksi
anggota Syura’, namun Umar memberi alasan, mutu tentara Arab akan menurun,
produksi pertanian juga menurun, Negara akan rugi 80 % dari pendapatan, dan
rakyat akan kehilangan mata pencaharian (sawah) menyebabkan mereka mudah
untuk berontak kepada Negara. Permasalahan gejolak keuangan ini, Umar
Memberikan dana pensiunan kepada istri-istri Rasulullah dan keluarganya,
masyarakat yang cacat dan lemah fisik. Pendataan dan penentuan tunjangan bagi
tentara angkatan perang.
7.
Bidang Pembangunan
Peradaban pada Khalifah
Umar yaitu pembangunan masjid sebagai pusat pendidikan. Terbentuknya
pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang dikembangkan,
baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu-ilmu lainnya.[14]
Pada era Umar
juga, Muslimin mengadakan banyak perubahan dan perbaikan sarana fisik atau
infrastruktur di daerah baru seperti, jalan-jalan, bangunan, pengairan,
jembatan. Kemudian dikirim mubaligh, guru, fuqaha dan alim ulama untuk memberi
penerangan tentang dasar-dasar Islam. Sehingga mereka terpikat jiwanya untuk
masuk Islam. Penggalian sistem irigasi untuk pertanian, mendirikan masjid dan
sekolah. Kebijakan Umar ini sangat tepat sebagai tuntutan perkembangan kebutuhan
masyarakat saat itu. Musyrifah Sunanto mengutip tulisan Ahmad Amin dalam buku “Dhuha
Islam” bahwa Umar juga mengembangkan keilmuan dengan membuat tata bahasa
Arab dengan mengamanahkan kepada Ali bin Abi Thalib dan disempurnakan oleh
al-Aswad al-Duwaly. Tokoh inilah yang selanjutnya sangat berjasa dalam menyusun
ilmu alat (nahwu dan sharaf) khususnya bagi umat Islam non Arab.[15]
8.
Bidang Hukum
Umar
juga dikenal sebagai Imam al-Mujtahiddin. Pada masanya dia berijtihad
untuk menentukan suatu hukum yang sepintas lalu nampak seperti bertentangan
dengan nash (Al Quran dan Hadits).
a.
Kasus Mu’allaf
Dalam Al Qur’an surat at Taubah (9) ayat 60 Allah menerangkan
bahwa di antara golongan yang berhak menerima zakat ialah mu’allaf.
Dalam tafsir al Manar, Rasyid Ridha mendefinisikan mu’allaf sebagai
sekelompok orang yang dibujuk hatinya agar bergabung kapada Islam atau tetap
kepadanya, agar mereka menahan diri dari melakukan kejahatan terhadap orang
Islam, atau orang-orang yang jasanya diharapkan dapat membantu dan membela kaum
muslim.
Namun pada masa kepemimpinan Umar pemberian
zakat kepada mu’allaf kurang tepat, pemberian kepada mu’allaf sifatnya
kondisional. Oleh karena itulah, ketika kondisi umat Islam telah kuat dan stabilitas
pemerintahan sudah semakin mantap, Umar memberhentikan pemberian bagian
mu’allaf. Umar berpendapat bahwa perintah yang dikeluarkan Abu Bakar ketika
menjadi khalifah sudah tidak tepat lagi. Karena kebijakan tersebut dikeluarkan
untuk tujuan memperkuat Islam. Namun karena Islam telah berubah, maka kebijakan
tersebut tidak tepat lagi diberlakukan. Menurut Umar, bagian mu’allaf diberikan
ketika Islam masih lemah. Umar menyebutkan bahwa hukum memberikan zakat pada
mu’allaf disyari’atkan lantaran sesuatu illat. Karena illat itu telah
hilang, maka hukum tersebut tidak bisa dilaksanakan atau diterapkan lagi.Menurut
Umar, bagian mu’allaf diberikan ketika Islam masih lemah. Umar menyebutkan
bahwa hukum memberikan zakat pada mu’allaf disyari’atkan lantaran sesuatu illat.
Karena illat itu telah hilang, maka hukum tersebut tidak bisa dilaksanakan
atau diterapkan lagi.
Tindakan Umar tersebut bukan
berarti meninggalkan teks agama, namun sebaliknya, apa yang dilakukan Umar
merupakan penerapan atas teks agama secara cermat, sesuai dengan kondisi yang
melatarinya.
b.
Hukum Potong Tangan
Mengenai hukum potong tangan bagi
pelaku pencurian, dijelaskan oleh Allah dalam surat al Ma’idah ayat 38, yang
berbunyi:
-Í‘$¡¡9$#urèps%Í‘$¡¡9$#ur(#þqãèsÜø%$$sù$yJßgtƒÏ‰÷ƒr&Lä!#t“y_$yJÎ/$t7|¡x.Wx»s3tRz`ÏiB«!$#3ª!$#ur͕tãÒOŠÅ3ymÇÌÑÈ
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Salah
satu kebijakan Umar yang kerap dianggap kontroversi adalah, ia tidak menerapkan
hukum potong tangan bagi tindak pidana pencurian.[16]
Kasus yang dapat diungkap di sini adalah kasus pencurian dari Baitul Mal. Ada
satu riwayat yang menyebutkan bahwa ada seorang laki-laki yang mencuri Baitul
Mal, kemudian Saad bin Abi Waqqas mengirim berita ke Umar. Dalam balasannya
Umar memerintahkan agar pencuri tersebut tidak dikenakan hukum potong tangan,
karena bagi Umar ia mempunyai hak terhadap Baitul Mal. Kasus lain adalah
pencurian yang dilakukan oleh pelayan atas majikan. Umar juga tidak menerapkan
hukum potong tangan bagi si pelaku pencurian, karena yang dicuri adalah harta
majikannya. Imam Malik menyebutkan bahwa Umar tidak menerapkan hukum potong
tangan karena pengabdiannya. Kemudian kasus pencurian pada musim paceklik.
Diriwayatkan bahwa beberapa budak milik Hathib melakukan pencurian atas unta
milik seorang laki-laki dari Bani Muzaynah, Umar tidak memberlakukan hukum
potong tangan, justru yang disuruh membayar harga unta tersebut adalah Haathib,
karena ia telah menelantarkan para budaknya (tidak pernah memberi makan),
sehingga terpaksa mencuri.
c.
Hukum bagi orang yang mabuk
Umar menetapkan hukum mabuk menjadi
80 kali cambukan, meskipun sebelumnya sudah ditegaskan bahwa hukum mabuk adalah
40 kali cambukan. Kebijakan Umar ini didasarkan pada bahwa mabuk adalah analog
atau seringkali berujung pada menuduh secara tidak benar (memfitnah) orang
berzina, di mana al Qur’an telah menetapkan hukumannya 80 kali cambukan. Umar
orang pertama memaksakan hukum baru ini bagi orang mabuk.
d.
Zakat kuda
Pada masa Umar bin Khattab diwajibkan zakat kuda, meskipun di masa
Rasullah hal itu belum ada. Hal itu didasari adanya perubahan realitas sosial
di mana di masa Umar kuda mulai diternakkan dan diperdagangkan.[17]
e.
Bidang
Hukum Keluarga (Talak)
Salah satu pandangan dan kebijakan
Umar yang kontroversial dalam bidang hukum keluarga, dan hal ini seringkali di
salahpahami adalah tentang talak tiga sekaligus. Talak ini merupakan talak tiga
yang diucapkan sekaligus dengan satu lafaz (lafz wahid). Artinya ketika
seorang suami menyatakan talak 3 kepada istrinya dalam satu waktu, maka
seketika itu juga ia langsung tertalak tiga, tanpa ada iddah dan upaya ishlah.
Kebijakan ini pada dasarnya tidak kita temukan pada dua tahun pertama
pemerintahan Umar. Karena pada dua tahun pertama, talak tiga sekaligus hanya
dihitung sebagai talak satu. Namun karena melihat realitas pada waktu itu
menunjukkan suatu perubahan, yakni banyak yang kemudian menganggap enteng dan
terkesan menyepelekan pernyataan talak tiga sekaligus. Maka Umar kemudian
membuat kebijakan bahwa talak tiga yang diucapkan dalam satu waktu dianggap
sebagai talak tiga. Umar membuat kebijakan seperti ini dengan tujuan agar
memiliki “efek jerah” bagi yang sering main-main dengan ucapan talak dan
tentunya agar berhati-hati dengan perkara yang satu ini.
f.
Pengharaman
Nikah Mut’ah
Umar bin Khattab dalam mengharamkan
nikah mut’ah mempunyai landasan dari beberapa hadits, sebagai berikut:
1.
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Salamah, dia berkata
“Rasulullah membolehkan nikah mut’ah pada perang Authas sebanyak tiga kali,
kemudian melarangnya.” (HR Muslim)
2.
Imam Muslim meriwayatkan dari Subrah, dia berkata “Rasulullah mengizinkan
kami untuk melakukan nikah mut’ah. Saya dan seorang lelaki pergi menuju ke
rumah seorang perempuan dari suku Bani Amir. Orang perempaun tersebut masih
muda, lehernya jenjang dan penampilannya menarik. Masing-masing dari kami
menawarkan diri kepadanya.” Dia berkata, “Apa yang kamu mau berikan kepadaku?”,
“Pakaianku.” Jawabku. Sedangkan temanku juga memberikan jawaban yang sama
kepadanya. Pakaian temanku lebih bagus dari pakaianku, tetapi saya lebih muda
darinya. Jika dia melihat kepada pakaian temanku, dia lebih menyukainya. Jika
dia melihat kepadaku, dia lebih menyukaiku. Perempuan tersebut kemudian
berkata, “Kamu dan pakaianmu, cukup bagiku”. Saya menetap bersamanya selama
tiga hari. Kemudian Rasulullah bersabda, “Siapa yang masih bersenang-senang
dengan perempuan, maka biarkanlah jalannya.” (HR Muslim)
3.
Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Subrah Al-Jahni, bahwa
dia sedang bersama Rasulullah SAW, kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya dulu
aku pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Sekarang Allah telah
mengharamkannya sampai hari kiamat. Siapa yang masih bersamanya wanita yang
dinikahi secara mut’ah, makabiarkanlah jalannya. Janganlah kalian mengambil apa
yang telah kalian berikan kepada mereka.” (HR Muslim)
4.
Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Ali bin Abi Thalib, bahwa
dia mendengar Ibnu Abbas bersikap lunak dalam nikah mut’ah. Ali berkata
kepadanya, “Sebentar, wahai Ibnu Abbas. Sesungguhnya Rasulullah SAW pada
peperangan Khaibar melarang nikah mut’ah dan daging keledai piaraan.” (HR
Muslim)
Umar bin Khattab dalam mengharamkan nikah mut’ah tidak hanya
mendasarkan pada pendapatnya pribadi, tetapi dia mengikuti Rasululah SAW.
Beliau mengharamkan nikah mut’ah untuk selamanya pada waktu pembebasan kota
Makkah, yaitu pada tahun 8 H. Sebelumnya, beliau mengharamkannya pada
peperangan Khaibar yaitu pada tahun 6 H. Kemudian beliau membolehkan nikah
mut’ah pada waktu pembebasan kota Makkah. Orang-orang menjalani nikah mut’ah
selama 15 hari dan setelah itu beliau mengharamkannya sampai hari kiamat.[18]
D.
Akhir Riwayat Umar bin Khattab
Umar menjabat sebagai khalifah
selama 10 tahun, 6 bulan (13-23 Hijriyah), Ia dibunuh oleh seorang budak Persia
yang bernama Fairuz atau “Abu Lukluk,” yang dibawa oleh Mughirah (Abu Syu’bah)
dari Irak. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada majikannya sebagai
gubernur Kufah. Karena Mughirah melakukan pembocoran rahasia Negara dan
pengkhianatan Ada perbedaan dengan pendahulunya tentang tindakan yang dilakukan
Umar untuk mempersiapkan penggantinya, Rasulullah tidak memberikan petunjuk
tentang penggantinya, Abu Bakar menunjuk langsung Umar dengan didahului
konsultasi terbatas pada beberapa sahabat. Ketika para sahabat bertanya masalah
tersebut, Umar menjawab sebagaimana yang dikutip M. Abdul Karim dari Muhammad
Fuad Abdul Baqi dalam bukunya Al-Lu’lu wa al-Marjan: “Kalau akau
mengangkat penggantiku, telah ada orang yang lebih baik dari yang memilih
pengganti dan kalau aku biarkan menurut kehendak rakyat, maka telah ada pula
orang yang lebih baik dari pada aku membiarkannya “.
Untukmenentukanpenggantinya, Umar
tidakmenempuhjalan yang dilakukan Abu Bakar.Diamenunjukenam orang
sahabatdanmemintakepadamerekauntukmemilihsalahseorangdiantaranyamenjadikhalifah.EnamtersebutadalahUtsman,
Ali, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin AbiWaqqas, dan Abdurrahman bin Auf. SetelahUmar wafattiminibermusyawarahdanberhasilmenunjukUtsmansebagaiKhalifah,
melaluipersaingan
yang agakketatdengan Ali bin AbiThalib.[19]
BAB
III
ANALISIS
TERHADAP KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB
Khalifah
Umar bin Khattab menjadi inspirator bagi pemimpin dan ahli Fiqh. Gaya
kepemimpinannya yang tidak ingin membiarkan umatnya sengsara. Dengan sikap
tegas dan bijaksana, beliau menjadi orang yang disegani baik di kalangan
jazirah Arab atau Persia. Berbagai penaklukan dan pembebasan kota menjadi
ksatria padang pasir sehingga dijuluki Singa Padang Pasir.
Dalam
berbagai hal, Umar berani mencoba berijtihad. Melakukan sesuatu yang belum
pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW atau pada Khalifah Abu Bakar. Ijtihadnya
didasari pada Islam Rahmatan lil Alamin dan demi kemaslahatan
umatnya.
Periode
Umar inilah dikenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahan. Dengan
membentuk sistem militer yang handal dan didukung sistem administrasi
kenegaraan yang efektif dan efisien.
Di sinilah,
kecerdasan Umar dalam memanajemen yang melahirkan kreativitas dan berbagai
inovasi, termasuk berwawasan luas ke depan dengan mempersiapkan pendidikan dan
pengembangan ilmu dengan pembangunan sarana belajar dan pengiriman ahli ilmu ke
sejumlah daerah baru Islam. Inilah tonggak tersebarnya Islam di seluruh dunia.
Kesejarahannya menjadi sumber inspirasi bagi banyak tokoh, negarawan dan
politikus di dunia sampai kini. Oleh sebab itu pantaslah, Umar bin Khattab
disebut sebagai negarawan sejati, organisator, administrator dan ahli militer,
sebagaimana yang banyak diungkapkan oleh sejarahwan Muslim maupun Non Muslim.
Berikut beberapa
rekonstruksi pemikiran dan peradaban Islam masa Khalifah Umar bin Khattab:
1.
Bidang
Politik/Pemerintahan
·
Selalu
mengedepankan prinsip musyawarah serta memperhatikan berbagai macam aspirasi
dalam memutuskan suatu perkara;
·
Berpegang
pada prinsip keadilan dan persamaan dalam penegakan masyarakat dan pemerintahan.
2.
Bidang
Administrasi Negara
·
Mendirikan
Baitul Mal sebagai tempat menyimpan semua pendapatan negara;
·
Membuat
peraturan yang berkaitan dengan kekayaan negara yaitu melakukan pembukuan
administrasi.
3.
Bidang
Kepemimpinan
·
Mencontohkan
bahwa seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang mulia dimana seorang pemimpin
harus bisa menjadi contoh bagi masyarakat, misalnya seorang pemimpin harus
mempunyai sifat jujur, pemberani, jantan, zuhud, senang berkorban, rendah hati,
mau menerima nasehat orang lain, bijaksana, sabar, cita-cita tinggi, memiliki
keteguhan hati, memiliki keinginan yang kuat, adil, mampu menyelesaikan
permasalahan dengan baik, dan lain-lain.
4.
Bidang
Hukum
·
Dalam
memutuskan suatu hukum selalu bersumber pada al qur’an, as sunnah, ijtihad,
ijma’, qiyas, putusan-putusan hukum terdahulu, serta ar ra’yu (pendapat);
·
Bukti-bukti
yang digunakan oleh hakim dalam memutuskan suatu perkara hukum diantaranya,
pengakuan terdakwa, persaksian, sumpah, pengumpulan informasi dalam
masalah-masalah yang berhubungan dengan penetapan nasab, bukti-bukti penguat, juga
pengetahuan seorang hakim;
·
Selalu
mengedepankan prinsip kemashlahatan umat.
BAB
IV
KESIMPULAN
Umar bin Khattab
adalah salah satu sosok sahabat Nabi yang cerdas, implikasi yang konkrit, saat
diangkat menjadi khalifah kedua. Umar memahami ayat-ayat hukum tidak tekstual
namun melakukan upaya kontekstualisasi dalam memahami ajaran agama dan
mengambil makna esensial yang menitikberatkan pada aspek maslahah.
Banyak kebijakan dari hasil ijtihad pada masa kepemimpinannya yang dianggap
kontroversial terutama pada bidang hukum. Bidang pemerintahan Umar adalah sosok
pembaharu dan pelopor dalam aspek manajemen dan administrasi yang menjadi
sumber inspirasi bagi sistem pemerintahan umat Islam dan bangsa di dunia ini.
Berikut
pemikiran Umar Bin Khattab selama menjadi Khalifah :
1.
Melakukan ekspedisi dengan misi penyebaran agama Islam ke Mesir,
Palestina, Suriah, Irak dan Persia.
2.
Memperbaharui bidang peradilan dan organisasi pemerintahan.
3.
Perbaikan di berbagai bidang, seperti :Bidang Sosial
Kemasyarakatan, Bidang Ekonomi dan Bidang Pembangunan.
4.
Dalam Bidang Hukum :
a.
Hukum Potong Tangan
b.
Zakat bagi Mu’allaf
c.
Hukum bagi yang Mabuk
d.
Zakat Kuda
e.
Hukum dalam Keluarga (Talak)
f.
Hukum Nikah Mut’ah
DAFTAR
PUSTAKA
Al Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyah,
Terj. Kathur Suhardi, Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1997
Ash-Shalabi, Muhammad, The Great Leader of Umar bin Al Khattab,
Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008
Bakri, Syamsul,Peta Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Fajar
Media Press, 2011
Departemen Agama,Ensiklopedia Islam, Jilid III, Jakarta:
Depag, 1993
European Journal of Social Science,Effective Governance in the
Era of Caliphate ‘Umar Ibn Al Khattab (634-644) by Sharifah Hayaati
Syed Ismail al-Qudsy,Volume 18, Number 4, 2011
Hilal, Iyad. Selection from the Seerah Of Muhammad, Publised
by Al Khilafah Publications, London
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana,
2008
Nur Salim, Moh, Fikih Realistis; Kajian Tentang Hubungan Antara
FikihDengan Realitas Sosial Pada Masa
Lalu Dan Masa Kini . bab Ijtihad Umar ibn Khattab, Jakarta: Hati
Nuranikupress.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka
Setia, 2008
Syalabi, A, Sejarah & Kebudayaan Islam, Terj. Mukhtar
Yahya. Jilid I. Jakarta: Pustaka al Husna Baru, cet.VI, 2003
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2008
[1]Departemen
Agama, Ensiklopedia Islam, Jilid III, (Jakarta: Depag, 1993) hal. 1256
[2]Sejarah tentang
tuduhan Umar kepada Nabi Muhammad tentang ucapan seorang penyair dan tukang
tenun bisa dilihat Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurahman Al
Mubarakfury , Terj. Kathur Suhardi cet. 1, Jakarta , Pustaka Al Kautsar, 1997.
Hal. 139. Didalam buku itu dijelaskan bahwa suatu malam Dia keluar rumah hingga
dia tiba di Baitul haram. Dia menyibak kain penutup Ka’bah dan dilihatnya Nabi
Muhammad SAW sedang berdiri mendirikan sholat. Saat itu beliau membaca surat Al
Haqqah. Umar menyimak bacaan Al Quran itu dan dia merasa taajub terhadap
susunan bahasanya. Umar berkata di dalam hati. “Demi Allah, tentunya ini adalah
ucapan seorang penyair seperti yang biasa diucapkan orang-orang Quraisy.” Lalu
Rasulullah membaca surat Al Haqqah ayat 40-41, kemudian Umar berkata dalam hati
lagi, “kalau begitu ucapan tukang tenun”, beliau membaca “Dan, bukan pula
perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia
adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta alam.” Beliau meneruskan
bacaannya hingga akhir surat. Seperti yang diceritakan Umar sendiri, mulai saat
itulah Islam mulai menyusup ke dalam hatinya. Inilah awal benih-benih islam
merasuk dalam hati Umar bin Al Khattab.
[3] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008),
hal. 78
[4]Syaikh
Shafiyurrahman Al Mubarakfury, Sirah Nabawiyah, Terj. Kathur Suhardi,
(Jakarta :Pustaka Al Kautsar, 1997) hal.
138
[5] Hal ini bisa
dicontohkan ketika wafatnya Nabi Muhammad, Umar berkata kepada para
sahabat:”Jika ada yang bilang Nabi Muhammad meninggal akan kupotong tangan dan
kakinya. Muhammad tidak mati, Dia hanya menghadap kepada Allah seperti Nabi
Musa dalam masa 40 hari. (Iyad Hilal, Selection from the Seerah Of Muhammad,
Publised by Al Khilafah Publications, London hal. 117)
[6]Dr. Badri
Yatim, M.A, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2008), hal. 37
[7] Dedi
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, hal. 79
[8] Makalah Drs.
Ali Akbar, M.Si, Dosen Fakultas Ushuludin UIN Syarif Kasim Riau, Membalik
Sejarah Pengumpulan dan Penulisan Al Quran, hal. 11
[9] Syamsul Bakri,Peta
Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta : Fajar Media Press, 2011) hal. 30
[10] Dedi
Supriyadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam hal. 84
[11] A. Syalabi, Sejarah
&Kebudayaan Islam, Terj. Mukhtar Yahya. Jilid I. (Jakarta: Pustaka al
Husna Baru, cet.VI. 2003) hal. 203
[12] European
Journal of Social Science, Effective Governance in the Era of Caliphate
‘Umar Ibn Al Khattab (634-644) by
Sharifah Hayaati Syed Ismail al-Qudsy,(Volume 18, Number 4, 2011), hal.620
[13]BadriYatim, SejarahPeradaban Islam, Hal. 38
[14] Prof. Dr. H.
Samsul Nizar, M. Ag, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2008).
Hal 48
[15]Paryadi, Umar
Bin Khattab Founder And Administrator Of Muslim(Kalimantan: Ittihad Jurnal
Kopertis Wilayah XI Volume 6 No.10 Oktober 2008) hal. 57
[16] Moh. Nur
Salim, LC, M.Si, Fikih Realistis; Kajian Tentang Hubungan Antara Fikih
Dengan Realitas Sosial Pada Masa Lalu Dan Masa Kini . bab Ijtihad Umar ibn
Khattab, (Jakarta: Hati Nuranikupress), hal. 32
[18]Muhammad Ash-Shalabi, The Great Leader of Umar bin Al Khattab,
(Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2008), hlm. 452-454
[19]BadriYatim, SejarahPeradabanIslam ,hal. 28
tulisan yang sangat bagus dan disertai sumber pula. semoga pahala mengalir kepada anda dengan tulisan anda ini
BalasHapus